Karier dan Reputasi Saya Hancur, Kata Johnny Plate dalam Pledoi yang Ikut Singgung Motif Politik dan Aliran Dana ke Gereja di NTT

Johnny Plate menyampaikan nota pembelaan dalam sidang pada 1 November

Baca Juga

Floresa.co – Sidang perkara dugaan korupsi dalam proyek infrastruktur 4G di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau Bakti yang berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika telah memasuki tahap akhir, jelang putusan.

Dua terdakwa yaitu Johnny Gerard Plate, eks Menteri Komunikasi dan Informatika dan Anang Achmad Latif – eks Direktur Bakti sudah membacakan nota pembelaan pada Rabu 1 November. Sementara pada Kamis 2 November, giliran Yohan Suryanto – eks Tenaga Ahli Human Development Universitas Indonesia, yang menyampaikan nota pembelaan.

Ketiga terdakwa ini, oleh Jaksa Penuntut Umum [JPU] dalam sidang 25 Oktober lalu, masing-masing dituntut 15 tahun penjara untuk Johnny Plate, 18 tahun penjara untuk Anang dan 6 tahun penjara untuk Yohan.

Dalam nota pembelaannya yang dibacakan Rabu 1 November, Johnny Plate mengatakan tuduhan korupsi yang dilakukannya dalam proyek BTS 4G ini “telah menghancurkan karier dan reputasi yang sudah saya bangun, baik itu di mata keluarga, di mata kolega-kolega yang saya hormati, dan di mata masyarakat.”

Menurut politikus asal Reo, Kabupaten Manggarai, Flores ini fakta persidangan menunjukkan “dengan jelas dan tegas” bahwa dirinya tidak bersalah.

Berdasarkan fakta persidangan, klaimnya, semua dakwaan yang didalilkan kepadanya oleh JPU, “telah terbantahkan, bukan hanya sebagian, melainkan seluruhnya oleh keterangan saksi, pendapat ahli maupun alat bukti yang telah dihadirkan dalam persidangan.”

Johnny juga menyampaikan sejak awal dirinya ditetapkan sebagai tersangka, ada begitu banyak pendapat bahwa hal itu tidak terlepas dari situasi politik yang sedang terjadi.

“Maka, setelah melihat isi Surat Tuntutan Penuntut Umum mengabaikan seluruh fakta persidangan, timbul pertanyaan baru dalam diri saya, ‘apakah sesungguhnya adalah benar pendapat yang beredar luas bahwa saya dijadikan sebagai tersangka kemudian terdakwa, dijadikan seorang pesakitan, dituduh sebagai koruptor, hanya karena alasan politik?’” ujarnya.

Meski demikian, ia mengatakan tetap menghadapi proses hukum dan tidak perlu menggunakan alasan-alasan politik dalam pembelaan.

“Karena saya meyakini bahwa saya tidak bersalah dan saya akan membuktikan ketidakbersalahan saya melalui proses hukum, sehingga tidak ada satupun pihak nantinya yang dapat mendelegitimasi kebenaran saya dalam perkara ini,” ujarnya.

Dimana Tidak Salahnya?

Johnny dalam nota pembelaan setebal 39 halaman menguraikan poin-poin yang menunjukkan dirinya tak bersalah dalam proyek BTS 4G ini.

Ia antara lain menyampaikan proyek tahun anggaran 2021-2022 ini dengan total anggaran Rp15,5 triliun merupakan program lanjutan (continuity program) dari Program Merdeka Sinyal, yaitu program pembangunan BTS 4G di lokasi 3T, yang ditetapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika sebelumnya, Rudiantara, pada tahun 2019.

Program Merdeka Sinyal ini bahkan sudah dibahas dalam Rapat Kerja dengan Komisi 1 DPR RI pada tahun yang sama, 22 Juli 2019. Hal ini pun sudah  diterangkan oleh para saksi dalam proses persidangan, antara lain Muhammad Feriandi Mirza, Arifin Saleh Lubis, Doddy Setiadi dan Anang Achmad Latif.

Johnny juga mengungkapkan perubahan target pembangunan BTS 4G dari yang semula di 5.052 lokasi [akumulasi] dengan rentang waktu dari tahun 2020 sampai dengan 2024, menjadi 7.904 lokasi dalam jangka waktu 2 tahun yaitu dari tahun 2021 sampai dengan tahun 2022, berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo dalam rangka Percepatan Transformasi Digital. Arahan itu, kata dia, disampaikan dalam Rapat-Rapat Terbatas [Ratas] dan Rapat Internal Kabinet.

Menurutnya, sebelum adanya arahan dari Presiden, yang disampaikan pada Ratas Kabinet 4 Mei 2020, target pembangunan BTS 4G di daerah 3T maupun jumlah anggaran yang diajukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika [Kominfo] kepada Kementerian Keuangan, adalah sesuai dan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024.

Dalam RPJM, target pembangunan BTS adalah di 5.000 lokasi [akumulasi] pada tahun 2020 dengan anggaran Rp552,9 miliar dan 5.052 lokasi [akumulasi] di tahun anggaran 2021 dengan anggaran Rp2,05 triliun.

Menurut Johnny, pengadaan BTS 4G tahun anggaran 2021 dan 2022, yang menghasilkan target jumlah lokasi sebanyak 7.904 lokasi, seluruhnya didasarkan pada usulan yang dilakukan oleh Bakti, yang disampaikan dalam Rapat Eselon 1 Kominfo pada tanggal 13 Juni 2020.

Usulan Bakti ini, kata dia, kemudian disetujui secara kolektif kolegial oleh seluruh peserta rapat seluruh pejabat Eselon 1 Kominfo, dan diminta untuk dicek sekali lagi sebelum dilaporkan kepada Presiden.

Penetapan 7.904 lokasi Pengadaan BTS 4G, menurut Johnny, dilakukan oleh Bakti berdasarkan Anang.

Data 7.904 lokasi yang belum tercakup layanan 4G sama sekali (blank spot) didapatkan oleh tim monitoring dari Direktorat Pengendalian Pos dan Informatika Kominfo berdasarkan pengolahan data yang bersumber dari berbagai sumber dan instansi.

Bagaimana dengan tuduhan memperkaya diri Rp17,8 miliar?

Terkait tuntutan JPU yang mengatakan dirinya memperkaya diri dari proyek BTS 4G ini sebesar Rp17,8 miliar, Johnny mengatakan “saya benar- benar merasa terzolimi dan diperlakukan dengan semena-mena dan sangat tidak adil oleh Penuntut Umum.”

Menurut dia, tuduhan memperkaya diri itu hanya didasarkan pada keterangan saksi-saksi yang sedang “mencari selamat,” yaitu orang-orang sudah mengakui telah menerima dana tersebut.

“Agar mereka sendiri tidak dijadikan tersangka maka tidak segan-segan dalam persidangan memberikan keterangan atau lebih tepatnya fitnah kepada saya, dengan melemparkan semua kesalahan kepada saya dan menjadikan saya ‘keranjang sampah kesalahan’. Saya tidak mengetahui dari mana sumber dana tersebut,” ujarnya.

Johnny misalnya mengklaim tidak pernah memerintahkan Anang untuk menyiapkan dana operasional sebesar Rp 500 juta per bulan dari sumber yang tidak resmi.

Terkait perjalanan dinas ke sejumlah negara, yaitu Barcelona, Prancis, Inggris, Amerika Serikat dan Swiss, Johnny mengatakan, sepemahamannya itu adalah perjalanan yang dibiayai oleh APBN dari sumber resmi.

“Saya tidak mengetahui bahwa terdapat kekurangan biaya hotel pada kunjungan-kunjungan tersebut dan dibiayai oleh pihak ketiga yang tidak semestinya. Kekurangan biaya hotel yang keseluruhannya sebesar Rp1.478.308.000 tidak pernah dibicarakan dengan saya sebelum, selama maupun setelah perjalanan dinas tersebut,” ujarnya.

Johnny juga membantah menerima fasilitas dari pihak ketiga untuk biaya main golf. Ia mengatakan biasa main golf di lapangan di mana yang sudah menjadi anggota, termasuk di lapangan golf yang disebut JPU seperti Lapangan Golf Pondok Indah, dengan biaya Rp200 ribu hingga Rp300 ribu per sekali main.

“Saya biasanya membayar sendiri saat check in atau ditagihkan sebulan sekali. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan pihak ketiga sebesar Rp420.000.000 adalah untuk dirinya sendiri atau pemain lain di flight yang berbeda yang mungkin saja sahabat yang bersangkutan,” ujar Johnny.

Terkait bantuan sosial ke korban bencana alam di Flores Timur dan bantuan ke sejumlah lembaga keagamaan di NTT, Johnny mengatakan “bantuan-bantuan tersebut disampaikan secara terbuka, diliput oleh media lokal dan nasional, tidak ada yang dirahasiakan.”

“Pemahaman saya, dana bantuan tersebut berasal dari sumber dana resmi dan sesuai aturan. Penyerahan atau transfer dana dilakukan kemudian, bukan pada saat saya hadir,” ujarnya.

Menurut Johnny, Anang dan stafnya “tidak pernah menyampaikan kepada saya dari mana sumber dana-dana tersebut.”

Selanjutnya, terkait uang Rp4 miliar yang diberikan Irwan Hermawan melalui Walbertus Natalius Wisang – orang dekatnya, yang juga berasal dari Manggarai – Johnny mengatakan “tidak pernah meminta kepada Irwan Hermawan dan tidak pernah menerima uang tersebut.”

“Dakwaan Penuntut Umum tidak didukung oleh satupun alat bukti, karena Saksi Walbertus Natalius Wisang dalam persidangan di bawah sumpah telah menerangkan bahwa yang bersangkutan tidak pernah menerima uang terkait dengan pengadaan BTS 4G,” katanya.

Demikian halnya, kata Johnny, Anang telah menerangkan tidak pernah memerintahkan Irwan Hermawan untuk menyerahkan uang tersebut kepada Walbertus.

Karena itu, Johnny mengatakan “menolak dan sudah seharusnya dibebaskan dari tuduhan” JPUD yang menyatakan “saya telah ikut serta memperkaya Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Windi Purnama, Muhammad Yusrizki Muliawan, Konsorsium Fiberhome – PT Telkominfra – PT Multi Trans Data, Konsorsium Lintasarta – Huawei – SEI dan Konsorsium IBS – ZTE.”

Karena, lanjutnya, “berdasarkan fakta persidangan, telah terbukti secara terang benderang, bahwa saya tidak terlibat dalam penentuan pihak-pihak tersebut sebagai pelaksana Pengadaan BTS 4G, sehingga dakwaan Penuntut Umum yang menyatakan saya ikut memperkaya pihak-pihak lain bagi saya merupakan dakwaan yang sangat dipaksakan, tuduhan yang mengada-ada dan absurd.”

Proyek BTS 4G menargetkan daerah yang dianggap belum memiliki jaringan internet demi mewujudkan pemerataan akses internet untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama di wilayah tertinggal, seperti NTT. 

Namun, banyak infrastruktur proyek tersebut yang kemudian mubazir.

Dalam kesempatan kunjungan ke Kabupaten Manggarai pada akhir Desember 2022, Johnny mengatakan NTT mendapat jatah 427 BTS yang lokasinya tersebar di 18 kabupaten.

Ia berharap pembangunan infrastruktur yang sudah cukup maju ini diimbangi juga dengan pemanfaatan infrastruktur di sisi digital hilir, seperti pemberdayaan e-commerce, edutec dan healthtech.

Kunjungan Johnny ke Manggarai itu juga berlangsung hanya satu bulan setelah viralnya sebuah video di mana seorang guru di Kabupaten Manggarai Timur menyebut proyek BTS ini tidak berguna dan hanya menghabiskan uang negara.

Eky Adsen, guru Sekolah Dasar Inpres Deruk itu mengatakan, sejak kehadiran jaringan ini di desa mereka, Desa Sipi, Kecamatan Elar Selatan, jaringan telepon dan internet lumpuh total.

Sebuah laporan yang dirilis Floresa pada Januari juga mengungkap bagaimana warga di wilayah pedalaman Pulau Flores justru kesal dengan keberadaan menara pemancar BTS karena malah membuat mereka susah mengakses internet.

Proyek ini dinilai telah merugikan negara hingga Rp8 triliun, sesuai hasil perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini