Warga Labuan Bajo Persoalkan Bengkel Mebel Tanpa Izin Beroperasi di Tengah Pemukiman, Abaikan Rekomendasi Dinas Terkait

Warga Labuan Bajo Persoalkan Bengkel Mebel Tanpa Izin Beroperasi di Tengah Pemukiman, Diduga Milik Anggota Polisi

Baca Juga

Floresa.co – Warga di Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat kecewa terhadap pemerintah yang membiarkan sebuah bengkel mebel tanpa izin terus beroperasi di tengah pemukiman.

Seorang warga Desa Gorontalo, Kecamatan Komodo yang melaporkan kasus ini kepada Floresa mengatakan bengkel mebel itu terletak di Jl. Trans Flores, bersebelahan dengan Alfamart Pasar Baru. 

Bengkel yang didirikan di dalam kompleks rumah pribadi itu, kata dia, sebelumnya merupakan toko butik Nirwana. 

Ia menjelaskan sejak beroperasi pada November 2023, bengkel itu “kebal hukum” karena “tidak mematuhi peraturan dinas-dinas terkait.”

Selain itu, kata dia, keberadaannya mengganggu kenyamanan, ketertiban, dan kesehatan warga sekitar karena dibuka dan beroperasi setiap hari, termasuk hari Minggu.

“Bengkel itu dibuka mulai pukul 07.00-17.00 Wita. Itu sangat mengganggu keberlangsungan hidup kami, baik mental maupun emosional,” kata warga itu.

Setiap hari, kata dia, bengkel mebel itu menghasilkan polusi suara akibat suara mesin yang sangat keras dan polusi udara akibat serbuk hasil limbah.

Ia menjelaskan, mereka telah melaporkan dan mengadukan keberadaan bengkel mebel ini secara online di kolom “Lapor Mabar” yang tertera pada website resmi Pemerintah Daerah Manggarai Barat.

Karena tidak ditanggapi, pada 13 Desember 2023, mereka mengadu kepada Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Cipta Karya, da Satuan Polisi Pamong Praja.

“Laporan itu disampaikan dan dikirimkan ke masing-masing institusi melalui email,” ungkapnya.

Laporan itu, jelasnya, mencantumkan dua alasan yang berbasis pada regulasi yang berlaku. Pertama, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28H ayat 1 yang menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. 

Terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal, kata dia, merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan.

Kedua, kata dia, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 Pasal 49 ayat 1 tentang perumahan dan kawasan permukiman yang menyebutkan sebuah rumah boleh dipergunakan sebagai kegiatan usaha selama tidak membahayakan dan mengganggu fungsi hunian. 

Ia menjelaskan kegiatan yang tidak mengganggu fungsi hunian adalah kegiatan yang tidak menimbulkan penurunan kenyamanan hunian dari penciuman, suara, suhu atau asap, sampah yang ditimbulkan, dan sosial.

“Beroperasinya bengkel ini sudah mengganggu fungsi hunian, merusak suasana, dan membahayakan warga sekitar,” kata warga itu.

“Bengkel ini menimbulkan penurunan kenyamanan hunian sekitar. Tetangga semakin resah karena teguran kami tidak dihiraukan,” ungkapnya.

Pemerintah Akui Bengkel Tidak Berizin

Ia menjelaskan pada 22 Desember 2023, “kami menerima surat balasan dari beberapa dinas yang disertai lampiran hasil visitasi dan berita acara hasil pertemuan dengan pemilik bengkel.”

Hasil kesepakatan yang juga ditandatangani MA, pemilik bengkel itu, memuat beberapa poin, yang salinannya diperoleh Floresa.

Salah satunya adalah “usaha dan/atau kegiatan mebel belum mengantongi izin.”

Poin lainnya adalah usaha dan/atau kegiatan mebel berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 tahun 2021 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Manggarai Barat 2021-2024 berada pada kawasan perdagangan jasa dan diindikasi tidak sesuai dengan pemanfaatan ruang.”

Berdasarkan kedua poin itu, dalam surat itu, MA diminta  “menghentikan aktivitas usaha dan/atau kegiatan mebel” serta “melakukan pengurusan izin terkait usaha dan/atau kegiatan mebel.”

Ia juga diarahkan berkoordinasi dengan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, Perumahan dan Kawasan Permukiman berkaitan dengan arahan pemanfaatan ruang sebelum melakukan proses perizinan.

“Kebal Hukum”

Warga menjelaskan hasil kesepakatan itu “tidak dihiraukan” MA dan “usaha dan aktivitas bengkel mebel tetap berlangsung.” 

“Sehari setelah pertemuan tersebut, bengkel mebel ini justru tetap dibuka dan beroperasi seperti sebelumnya,” ungkapnya kepada Floresa pada 29 Januari.

Ia menjelaskan karena MA tidak mengindahkan kesepakatan itu maka, “kami terus-menerus membuat laporan ke dinas.”

Bagi warga, kata dia, ini adalah masalah yang sangat serius karena “sudah jelas-jelas mengganggu kenyamanan dan kesehatan kami.” 

“Bayangkan saja, setiap hari mesin mengeluarkan suara keras tanpa henti dan serbuk-serbuk halus mengganggu pernafasan,” ungkapnya. 

Ia mengatakan meski terus mengadu, “laporan kami tidak lagi ditanggapi dinas-dinas terkait.” 

Akibatnya, sampai sekarang, “bengkel mebel itu terus beroperasi dan tidak peduli dengan kenyamanan tetangga sekitar.”

“Kami menyayangkan sikap dinas terkait yang tidak menindaklanjuti kasus ini. Kami juga sangat menyayangkan sikap pemilik usaha yang tidak peduli dengan tetangga sekitar dan kebal aturan,” ungkapnya.

Ia dan warga lainnya berharap agar dinas-dinas terkait meninjau ulang kasus ini dan berkomitmen dengan kesepakatan yang telah dihasilkan.

Ia berkata, janji itu mesti direalisasikan sehingga “kami tidak dibohongi dengan kesepakatan yang telah dibuat.”

Hingga berita ini dirilis, Floresa belum berhasil berkomunikasi MA, pemilik bengkel.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini