KAJ Jawa Timur Desak Polisi Tindaklanjuti Laporan Penganiayaan Jurnalis saat Liput Demo Tolak Revisi UU TNI 

Kasus ini harus diselesaikan untuk memutus mata rantai kekerasan terhadap jurnalis, kata penasihat hukum korban korban

Floresa.co – Komite Advokasi Jurnalis [KAJ] Jawa Timur mendesak polisi menindaklanjuti dengan serius laporan terkait jurnalis yang diintimidasi dan dianiaya saat meliput demonstrasi penolakan revisi UU TNI.

Rama Indra, jurnalis Beritajatim.com diintimidasi dan dianiaya oleh beberapa polisi saat meliput demonstrasi yang digelar di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya pada 24 Maret. 

Beberapa jam setelah kejadian itu, ia melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu [SPKT] Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya untuk mendapat rekomendasi visum, namun laporan itu ditolak.

“Sampai di Polres ternyata laporan tidak diterima karena dianggap tidak ada bukti video saat dipukul,” katanya seperti dikutip dari Tribunmataraman.com.

Karena itu, sehari usai kejadian itu, ia melapor ke Polda Jawa Timur dengan didampingi oleh KAJ Jawa Timur, dengan tanda terima laporan polisi bernomor LP/B/438/III/2025/SPKT/Polda Jawa Timur.

KAJ Jawa Timur merupakan kumpulan organisasi profesi jurnalis dan organisasi masyarakat sipil yang terdiri Aliansi Jurnalis Independen [AJI] Surabaya, AJI Malang, AJI Jember, AJI Kediri, AJI Bojonegoro, Lembaga Bantuan Hukum [LBH] Lentera, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan [KontraS] Surabaya dan Komisi Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Surabaya [Komsa IKA FH Ubaya].

Salawati Taher, salah satu penasihat hukum Rama dari KAJ Jawa Timur berkata, pasal yang dilaporkan adalah Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers juncto Pasal 170 KUHP dan 351 KUHP.

“Klien kami melaporkan delik pers [Pasal 18 ayat 1], di mana perangkat liputannya dirampas dan diminta menghapus video, disertai dengan tindakan pengeroyokan [Pasal 170] dan penganiayaan [Pasal 351] yang dilakukan oleh empat sampai lima orang terduga aparat,” katanya dalam keterangan yang diterima Floresa

“Kami berharap penegakan hukumnya serius,” tambahnya.

Salawati berkata, Rama telah menjalani visum di RS Bhayangkara Polda setelah laporannya diterima. 

Saat divisum, kata dia, kliennya diketahui mengalami luka-luka di bagian mulut, kepala, jari tangan, dan punggung. 

Ia menegaskan “kasus ini penting diselesaikan secara hukum untuk memutus mata rantai kekerasan yang dilakukan polisi kepada jurnalis.” 

“Kami punya pengalaman menangani kasus serupa yang dialami oleh jurnalis Tempo, Nurhadi. Kasus tersebut berhasil menghukum dua pelaku polisi aktif dengan menggunakan delik pers,” katanya. 

Salawati berkata, Rama dianiaya karena diketahui merekam “kebrutalan aparat” saat membubarkan massa aksi. 

Saat itu, kata dia, sekitar empat sampai lima “polisi berseragam dan berpakaian preman” memukul dan meminta menghapus video tersebut, kendati Rama sudah mengaku sebagai jurnalis. 

Tak hanya itu, katanya, salah satu dari polisi itu sempat merampas ponsel Rama dan mengancam akan membantingnya. 

Salawati berkata, akibat kejadian itu, Rama mengalami luka di sekujur tubuhnya.

Setengah jam setelah kasus Rama, polisi juga mengintimidasi Wildan Pratama, jurnalis Suara Surabaya, menurut Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris.

Berdasarkan kronologi yang diterima AJI Surabaya, Wildan dipaksa oleh seorang polisi untuk menghapus foto puluhan pendemo yang ditangkap dan dikumpulkan di sebuah ruangan di Gedung Negara Grahadi. 

Peristiwa itu terjadi sekitar pukul 19.00 WIB, saat Wildan masuk ke Gedung Negara Grahadi setelah mengetahui aparat menangkap sejumlah demonstran.

Penangkapan dilakukan setelah polisi memukul mundur demonstran dari Jalan Gubernur Suryo hingga ke Jalan Pemuda. 

Wildan masuk ke Gedung Negara Grahadi untuk mencoba mencari tahu posisi dan jumlah demonstran yang ditangkap. 

Setelah menemukan sekitar 25 demonstran duduk berjejer di deret belakang pos satpam, ia mulai memotret mereka.

Tak lama kemudian, kata Andre, seorang polisi mendatanginya dan menjelaskan bahwa “para demonstran itu masih diperiksa.” 

Polisi juga meminta Wildan menghapus foto sampai ke folder dokumen sampah sehingga foto para demonstran itu hilang.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA