Mendorong Kekuatan Produksi: Harapan Petani, Peternak dan Pelaku Wisata untuk Pemimpin Baru Mabar

Publik sepenuhnya berharap agar pemerintahan yang baru di Kabupaten Manggarai Barat mampu mengoptimalkan kekuatan-kekuatan produksi di kabupaten itu sebagai kunci sukses pembangunan lima tahun ke depan. Harapan itu tentu tercapai dengan tersambungnya unit-unit produksi warga dengan kerja negara – kolaborasi antara kerja teknis birokrasi dan produk regulasi – serta akses warga terhadap pasar yang adil.

Labuan Bajo, Floresa.co– Perwakilan petani, peternak dan pelaku wisata, yang merupakan sektor garapan sebagian besar masyarakat di Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Nusa Tenggara Timur (NTT) mengutarakan sejumlah persoalan yang selama ini menjadi pergulatan pelaku pada sektor-sektor tersebut.

Harapannya, pemimpin baru Mabar terpilih, Edistasius Endi dan Yulianus Weng dapat melihat dan menjadikan poin-poin masukan dari pelaku pada sektor-sektor produksi vital tersebut bagian dalam agenda pembangunan Mabar di tahun-tahun mendatang.

“Pemerintahan yang baru ini diharapkan mampu mendorong sektor pertanian sebagai unit produksi terpenting warga di Kabupaten Manggarai Barat, yang sejauh ini terbukti telah menyumbang PDRB (Produksi Domestik Regional Bruto-red) terbesar di Kabupaten itu,” kata Aloysius Basri, selaku perwakilan petani dalam sebuah diskusi virtual Zoom in on Flores (ZioF) yang digelar Sunspirit for Justice and Peace baru-baru ini.

Menurut Basri, terdapat dua persoalan utama yang dihadapi para petani di Mabar. Selama ini, katanya, secara umum para petani di kabupaten itu menggarap lahan hanya untuk bertahan hidup atau yang dikenal dengan petani subsisten.

Di samping itu, tuturnya, petani juga terkesan bekerja sendiri-sendiri tanpa berada di bawah naungan lembaga, misalnya asosiasi tani.

“Dua soal inilah yang menyebabkan pertanian di Manggarai Barat belum sepenuhnya mampu didorong ke arah pertanian yang berbasis bisnis,” ujarnya.

BACA: Promosikan “Tenun Pabrik” Sebagai Tenun Manggarai, BNN NTT Dikecam Pegiat Tenun

Basri menjelaskan, langkah pertama yang perlu dilakukan oleh pemimpin terpilih ialah antara lain, melakukan pemetaan wilayah berdasarkan potensi-potensi pertanian. Mendukung langkah itu, kata Basri, lembaga-lembaga asosiasi tani juga mesti dibentuk.

“Menggarap kelembagaan petani ini penting terutama agar memudahkan pemerintah dalam melakukan intervensi kerja-kerja teknis seperti pelatihan dan pendampingan, serta sebagai wadah penting bagi para petani untuk membangun kebiasaan kerja berbasis asosiasi,” jelas Basri.

Selain itu, pemerintah juga perlu membangun interkoneksi antara wilayah untuk memudahkah akses petani terhadap pasar, tambahnya.

Senada dengan itu, perwakilan peternak, Savio Mutu berharap pemerintahan yang baru ini lebih serius dalam mengembangkan peternakan sebagai sektor penting penyokong industri wisata di Kota Labuan Bajo.

Pasalnya, kata Mutu, selama ini peternakan di kabupaten itu lebih dikembangkan dalam skala ternak rumahan, yang tidak didorong oleh keinginan pasar tetapi sekadang mengisi waktu luang.

“Hubungan antara pasar dengan sebagian besar peternak di Manggarai Barat tidak terlembagakan secara baik,” katanya.

BACA: Pemda Mabar Ajak Warga Dukung Proses Hukum Kasus Tanah Kerangan

Oleh karena itu, kata Mutu pemerintah perlu mendorong sektor peternakan agar lebih berorientasi bisnis. Hal ini, jelasnya, bisa ditempuh dengan jalan secara intens dengan memberikan pelatihan dan suntikan modal.

“Di samping itu, pemerintah juga perlu mengeluarkan regulasi untuk melindungi para peternak lokal, agar lebih mendapat ruang dalam pasar pariwisata Labuan Bajo,” tambah Mutu.

Sementara itu, di sektor pariwisata yang merupakan salah satu unit produksi warga yang strategis di wilayah itu diakui juga tengah tengah menghadapi beragam persoalan.

Yohanes Romualdus, selaku pelaku pariwisata sangat berharap agar pemerintahan yang baru ini menjadi garda terdepan dalam mempromosikan pariwisata alam atau nature based tourism sebagai perspektif utama pariwisata Mabar di mata dunia.

Romualdus menyatakan, harapan ini muncul dari sebuah kekhawatiran para pelaku wisata di Labuan Bajo atas kebijakan terkini dari Pemerintah Pusat yang merusak keaslian alam Taman Nasional Komodo melalui berbagai pembangunan infrastruktur dalam rangka pariwisata super premium.

“Karena itu, kendati Taman Nasional Komodo berada di bawah kendali Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus mampu menjaga kelestarian pariwisata alam sebagai branding utama pariwisata Manggarai Barat,” ujarnya.

Romualdus juga berharap pemerintahan yang baru berpihak pada para pelaku wisata lokal, salah satunya dengan mempermudah pengurusan izin berusaha.

“Banyak usaha jasa perjalanan warga lokal yang belum berbadan hukum, karena prosedur dan birokrasi perizinan yang berbelit-belit,” tegasnya.

Selain itu, pemberdayaan para pelaku wisata lokal juga perlu didorong dengan peningkatan kapasitas seperti pelatihan bahasa asing, tambahnya.

Sementara itu, Fransiskus Sales Sodo, perwakilan Pemda Mabar menerangkan tiga masalah pokok pembangunan di kabupaten itu serta respons pemerintahan yang baru ini.

Tiga masalah pembangunan itu, kata Fransiskus ialah angka kemiskinan yang tinggi, rasio gini pembangunan yang masih tinggi – antara kota versus desa, sektor jasa versus sektor produksi, sektor pembangunan tersier versus primer – serta masih tingginya angka pengangguran. Menurutnya, sebagai langkah awal merespon ketiga masalah ini, pemerintah telah dan sedang melakukan sejumlah terobosan penting.

“Pertama-tama, pemerintah fokus pada masalah reformasi birokrasi. Harapannya melalui performa birokrasi yang berkualitas, pembangunan di Manggarai Barat makin menjawabi kebutuhan warga,” ujar Fransiskus.

“Sejauh ini, bupati telah menerbitkan lima Perbup dalam rangka mendorong kinerja birokrasi di Kabupaten Manggarai Barat,” tambahnya.

BACA: Putusan Komisi Informasi: Laporan Evaluasi Dampak Panas Bumi ialah Informasi Terbuka

Sementara itu, untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah juga segera mengoptimalisasi pemanfaatan aset-aset milik daerah, antara lain melalui optimalisasi peranan Perumda Bidadari.

Selama ini, Perumda Bidadari sebagai jembatan bagi Pemda dalam mengoptimalkan pemanfaatan atas sejumlah aset milik daerah dalam rangka meningkatkan penghasilan belum berjalan maksimal.

“Selain itu, dalam rangka penguatan modal usaha bagi masyarakat, pemerintahan yang baru ini juga akan menginisiasi skema pinjaman daerah dengan bunga rendah,” kata Fransiskus.

BACA: BOP Klaim Ratusan Hektar Lahan di Labuan Bajo

Sementara itu, Peneliti Walhi NTT, Rima Melani Bilaut mengingatkan Pemda akan ancaman pembangunan pariwisata berbasis investasi bagi wilayah kelola masyarakat seperti pertanian, peternakan dan perikanan.

Ia menyebutkan contoh di Labuan Bajo seperti privatisasi pantai akibat pembangunan hotel-hotel dan penguasaan lahan yang makin marak yang makin mempersempit ruang akses bagi nelayan untuk menangkap ikan.

Rimar juga melihat bahwa pengembangan area bisnis wisata super premium di Labuan Bajo dan sekitarnya juga perlahan-lahan akan menyebabkan alih fungsi lahan pertanian dan peternakan warga.

“Jika tidak segera diatasi melalui regulasi, hal ini tentu akan berdampak buruk bagi ketahanan pangan warga,” kata Rima.

Yohanes Jimmy Nami, akademisi dari Universitas Nusa Cendana menegaskan tantangan pembangunan di Mabar terkini menyaratkan kinerja birokrasi yang mumpuni.

“Birokrasi yang mumpuni ini nyata dalam perspektif pelayanan publik yang kuat, up to date dengan informasi-informasi terkini tentang pembangunan serta mampu berkolaborasi dengan pihak-pihak di luar pemerintah seperti organisasi-organisasi asosiasi pelaku pariwisata dan organisasi masyarakat sipil yang lain dalam mengurus pembangunan,” pungkas Nami.

ARJ/Floresa

 

spot_img

Artikel Terkini