ReportaseMendalamVirus ASF Serang Babi di Welak, Manggarai Barat, Warga Minta Pemerintah Cegah Penyebaran dan Edukasi Peternak

Virus ASF Serang Babi di Welak, Manggarai Barat, Warga Minta Pemerintah Cegah Penyebaran dan Edukasi Peternak

“Mudah-mudahan pemerintah segera memulihkan perekonomian dengan memberikan bantuan bibit babi yang sehat,” kata warga

Floresa.co – Siprianus Sehidin mengaku resah setelah empat ekor anak babinya mati pada 9 Mei. 

Babi yang baru berusia sekitar satu bulan itu mati usai diserang virus demam babi Afrika atau African Swine Fever [ASF].

“Kalau diraba dari kepala sampai seluruh tubuhnya, terasa panas, menyebabkan babi tidak mau makan,” katanya, merujuk pada sejumlah gejala babi terpapar virus mematikan tersebut.

Warga Kampung Datak, Desa Golo Ronggot, Kecamatan Welak, Kabupaten Manggarai Barat itu berkata ASF mulai menyerang babi di kampungnya sejak April hingga akhir Mei.

Pasca empat anak babinya mati, ia mengaku terpaksa menyembelih salah satu induk yang selama dua hari tidak mau makan.

“Yang tersisa hanya satu ekor yang saya beli dengan harga Rp1 juta sebelum ada wabah [ASF],” katanya.

Siprianus memperkirakan induk babi itu bernilai Rp4,5 juta, sedangkan masing-masing anaknya Rp2 juta.

Kendati tidak menghitung jumlahnya, tetapi “ada sekitar 90-95 persen babi di kampung saya yang sudah mati.”

Ia berkata pada awal Juni, ASF menyerang babi milik warga di Watu Umpu, desa tetangganya.

SD, inisial warga Desa Watu Umpu yang meminta Floresa tak menyebut namanya, mengaku resah karena setiap hari jumlah babi yang mati terserang ASF bertambah dan “belum ada kepastian kapan virus ini bisa menghilang dari wilayah kami.” 

Warga, kata dia, semakin resah ketika ada “oknum peternak nakal” yang membuang babi mati di Kali Racang Dali, dekat Konang, salah satu kampung di desanya.

Aksi itu, kata dia, membuat kali tercemar, padahal warga mengandalkan air dari kali itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik untuk minum, masak, mandi maupun mencuci.

Siprianus baru mendapat kabar tentang aksi “oknum peternak” itu pada 7 Juni karena “kebetulan babi yang mati dan busuk itu ada di dekat sawah saya.” 

Ia berkata, sehari-hari, kali itu dimanfaatkan oleh warga Kampung Wol, yang juga bagian dari Desa Golo Ronggot dan para siswa yang tinggal di asrama SMPN 1 Welak dan SMAN 1 Welak.

“Setiap sore, anak-anak sekolah mandi dan mencuci di kali itu. Kadang-kadang mereka juga menimba air dari kali itu untuk masak,” katanya.

Kepala Desa Watu Umpu, Lasarus Radun mengaku mengetahui aksi “oknum peternak” itu setelah menonton video yang diunggah warga di media sosial.

Ia turut terdampak dengan aksi oknum itu karena “saya juga memanfaatkan air di kali itu.”

Lasarus menyebut aksi “oknum peternak” itu sebagai “biadab” karena “tidak punya rasa kepedulian dan tanggung jawab terhadap orang lain.”

SD berharap Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Manggarai Barat segera mengambil “tindakan cepat” merespons penyebaran ASF.

Respons institusi itu, kata dia, sangat diperlukan guna menghindari timbulnya persoalan sosial dan kesehatan baru di masyarakat.

“Kami juga minta dengan sangat hormat dinas terkait untuk memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat dan peternak. Kalau babinya mati, dikuburkan. Kalau mereka buang di kali nanti merugikan semua orang,” katanya.

Siprianus berkata “mudah-mudahan pemerintah segera memulihkan perekonomian warga dengan memberikan bantuan bibit babi yang sehat.”

“Salah satu sandaran hidup kami adalah beternak. Sangat menyedihkan melihat wabah babi kali ini,” katanya.

Lasarus berkata, Pemerintah Desa Watu Umpu akan memberikan imbauan tertulis terkait upaya penanganan babi yang mati terserang ASF.

Ia juga berharap warga dapat menggali lubang dan menguburkan babi-babi yang mati.

Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Manggarai Barat, Abidin berkata, “tidak dibenarkan membuang [babi mati] di kali atau di tempat umum, tetapi harus dikuburkan.”

Ia mengklaim sudah mengeluarkan surat resmi untuk disampaikan oleh petugas di gereja maupun saat melakukan pelayanan dan kesehatan ke desa-desa.”

Pada 13 Februari, Abidin sempat mengeluarkan pengumuman nomor DPKH/01.215/II/2024 tentang “Himbauan Kewaspadaan dan Pencegahan Penyakit ASF pada Ternak Babi.”

Pengumuman itu merespons peningkatan kasus kematian ternak babi yang diduga terinfeksi penyakit ASF di empat kecamatan, yakni Komodo, Boleng, Lembor dan Lembor Selatan.

Sejak Januari hingga Februari, sebanyak 85 ekor babi bergejala ASF dilaporkan mati di empat kecamatan itu.

Abidin mengatakan, kematian 85 ekor babi itu “terindikasi ASF,” berdasarkan pemeriksaan dokter hewan.

Imbauan itu berisi 12 poin termasuk “jika ada babi yang mati, jangan dibuang ke kali atau sungai atau laut maupun ke tempat terbuka lainnya.”

Sebaliknya, menurut imbauan itu, “babi yang mati harus dikuburkan dengan kedalaman 1,5 meter, lalu dibakar untuk meminimalkan penyebaran penyakit ASF, dan bangkainya ditutupi dengan tanah.”

Terkait pencegahan ASF, peternak diimbau “tidak memberikan sisa makanan yang berasal dari limbah produk babi kepada ternak itu.”

Selain itu, peternak diharapkan agar “memberikan pakan bernutrisi dan vitamin secara rutin untuk meningkatkan daya tahan tubuh babi.” 

“Apabila ada ternak babi yang sakit, segera dipisahkan atau diisolasi dan ternak yang masih sehat dilakukan sterilisasi kandang dan peralatannya,” tulis Abidin dalam imbauan itu.

Peternak juga diimbau agar “menjaga kebersihan kandang, tempat pakan dan air dengan cairan disinfektan.”

“Kandang yang pernah ditempati oleh ternak yang sakit atau mati harus didesinfeksi dan dibiarkan kosong, minimal selama 30 hari sebelum memasukkan ternak yang baru,” tulisnya. 

Abidin berjanji “akan mengirim petugas” dan mengarahkan Floresa menghubungi Koordinator Pusat Kesehatan Hewan Kecamatan Welak. 

Floresa meminta tanggapan Koordinator Kesehatan Hewan Kecamatan Welak, Anton Sampur melalui pesan WhatsApp pada 6 Juni.

Ia hanya berkata baru mendapat informasi tentang kasus kematian babi dan aksi oknum peternak yang membuang bangkainya di kali dari Abidin.

Laporan dikerjakan oleh Herry Kabut dan Anjany Podangsa

Editor: Anastasia Ika

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA