Floresa.co – Putusan bebas bagi Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam kasus dengan Menteri Luhut Binsar Panjaitan, menurut kelompok sipil, menjadi harapan baru bagi demokrasi di Indonesia di tengah tren represi yang akhir-akhir ini terus meningkat terhadap mereka yang bersuara kritis.
Pengadilan Negeri Jakarta Timur memvonis bebas Haris dan Fatia dalam putusan yang dibacakan pada 8 Januari.
Para hakim menyatakan keduanya “tidak terbukti” bersalah terhadap Luhut, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi, yang dikenal sangat dekat dengan Presiden Joko Widodo.
Hakim juga memerintahkan agar hak dan martabat keduanya dipulihkan.
Putusan ini berbeda dengan tuntutan jaksa yang meminta agar Haris dihukum empat tahun penjara dan Fatia 3,5 tahun penjara.
Bagaimana Kasus Ini Bermula?
Haris dan Fatia, keduanya sama-sama pernah menjabat sebagai Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan atau KontraS, diseret ke pengadilan terkait sebuah talkshow pada 2021 yang menyinggung keterlibatan Luhut dalam bisnis pertambangan di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Luhut, seorang purnawirawan jenderal TNI pernah bertugas di wilayah tersebut.
Dalam talkshow yang diunggah di kanal Youtube Haris itu, mereka membahas temuan sebuah laporan berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’ dari Koalisi Bersihkan Indonesia, gabungan sejumlah organisasi masyarakat sipil. Laporan itu antara lain mengungkap bagaimana lokasi pos TNI dan Polri di sekitar konsesi pertambangan di Intan Jaya teridentifikasi terkait konsesi perusahaan.
Dalam video tersebut Luhut disebut memiliki saham PT Toba Sejahtera Group, perusahaan pengendali PT Tobacom Del Mandiri, salah satu perusahaan yang bergerak dalam operasi penambangan di kawasan Blok Wabu, Intan Jaya.
Luhut kemudian melaporkan keduanya pada pada Maret 2022 ke polisi, menuding mereka melakukan pencemaran nama baik dan penyebaran berita palsu berdasarkan ketentuan undang-undang informasi dan transaksi elektronik.
Hakim Sebut Tidak Ada Unsur Penghinaan
Dalam putusannya, hakim menyatakan, “tidak ada unsur penghinaan dan pencemaran nama baik” dalam video itu.
“Yang ditemukan dalam video merupakan telaah, komentar, analisis, pendapat dan penilaian atas hasil kajian cepat yang dilakukan oleh koalisi masyarakat sipil,” kata majelis hakim.
Disebutkan pula bahwa penghinaan atau pencemaran nama baik terkait istilah ‘lord’ dalam video itu yang merujuk pada sosok Luhut “tidak terpenuhi.”
Para hakim menyatakan, “tidak seorang pun yang dapat dipidana karena pemikirannya.”
Berbicara usai sidang, Haris mengatakan “kita sudah menang” dan kemenangan itu tidak terlepas dari dukungan publik.
Dukungan itu, kata dia, berubah menjadi kekuatan bagi mereka di dalam persidangan.
“Ini adalah gerakan sosial yang termanifestasi dengan sangat baik di ruang pengadilan. Ini yang kita sebut sebagai aktivisme pengadilan yang berpihak pada hak asasi manusia,” katanya.
Sementara itu, Fatia berharap dukungan yang ia dan Haris terima juga diberikan kepada semua pembela hak asasi manusia lainnya.
Ia juga berharap rasa solidaritas yang mengalir sepanjang persidangan terus dijaga demi tegaknya hak asasi manusia.
“Saya harap solidaritas itu tidak hanya berhenti di kami berdua, tetapi juga di banyak momen lainnya untuk kemerdekaan demokrasi,” katanya.
Pembebasan Haris dan Fatia disambut gembira oleh para aktivis yang ikut dalam sidang pembacaan vonis ini. Di dalam ruang sidang mereka berteriak “Rakyat Menang, Hidup Rakyat.”
Apa Kata Luhut?
Luhut mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia menghormati putusan itu.
“Setiap putusan pengadilan adalah wujud dari proses hukum yang harus kita hormati bersama,” katanya.
Meski demikian, ia menyatakan ada beberapa fakta dan bukti penting yanh tidak dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim, meski tidak menjelaskan rinci.
“Kami percaya bahwa setiap aspek dan fakta dalam suatu kasus hukum harus dipertimbangkan dengan saksama untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana,” katanya.
Ia menyatakan menyerahkan sepenuhnya kelanjutan dari proses hukum kasus ini kepada jaksa agar mengambil langkah “bijaksana dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.”
Di sisi lain, jaksa telah menyatakan dalam sidang akan mempelajari putusan ini dan berpikir-pikir dahulu, sebelum mengambil langkah.
Membawa Harapan Baru
Sejak perkara ini bergulir, publik memberikan beragam dukungan dan aksi solidaritas kepada Haris dan Fatia.
Selama persidangan mereka membentangkan tulisan “Kita Berhak Kritis” dan “Bebaskan Fatia-Haris.”
Sejumlah aktivis juga turut masuk dalam ruangan sidang, membentangkan bendera merah bertuliskan “Kami Bersama Haris dan Fatia.”
Dukungan juga muncul dari sejumlah individu dan organisasi internasional.
KontraS menyebut 20 individu, jaringan masyarakat sipil nasional dan internasional ikut bersolidaritas mengirimkan Amicus Curiae atau “Sahabat Pengadilan” kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
Praktik hukum Amicus Curiae merupakan pelibatan pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam perkara untuk memberikan kontribusi dalam peradilan melalui penyampaian pendapat hukum tertulis, yang diharapkan dapat menjadi pertimbangan majelis hakim dalam membuat keputusan.
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia, sebuah organisasi advokasi mengatakan, vonis bebas terhadap Haris-Fatia ini “membawa harapan baru.”
“Menyusul insiden intimidasi yang terjadi baru-baru ini terhadap orang-orang yang menggunakan hak kebebasan berekspresi mereka, vonis bebas ini hari ini memberikan pesan yang jelas kepada aparat penegak hukum di Indonesia,” bahwa “kritikus tidak boleh dibungkam,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Tidak seorang pun boleh dipenjara karena mengadakan diskusi di YouTube mengenai kepentingan pertambangan atau isu-isu lain yang kritis terhadap pihak berwenang,” tambah Usman.
Ia mengatakan, vonis bebas ini “seharusnya mendorong pembebasan lebih banyak aktivis, jurnalis, dan siapa pun yang ditahan semata-mata karena menentang atau mengkritik kebijakan pemerintah, atau menyuarakan kekhawatiran mengenai konflik kepentingan di antara pejabat negara.”
“Dalam konteks pemilihan presiden bulan depan,” kata Usman, “semua kandidat harus sepenuhnya menunjukkan komitmen mereka terhadap kebebasan berekspresi, dan secara terbuka mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia.”
Sementara itu, ungkapan sukacita atas vonis bebas ini diungkap banyak pihak di media sosial.
Lewat akun X, Josef Benedict, seorang peneliti di CIVICUS, organisasi advokasi internasional menyebut ini sebagai “kabar baik” karena Haris dan Fatia “”dibebaskan dari tuduhan pencemaran nama baik yang bermotif politik.”
“Keputusan hari ini mengakhiri penghinaan dan pelecehan tak berdasar terhadap keadilan oleh pihak berwenang,” tulisnya.
Sementara komika Arie Kriting menulis di X, “turut bersyukur” untuk vonis ini.
“Kebebasan berpendapat masih punya harapan untuk tumbuh. Hormat buat semua yang sudah berjuang untuk ini semua,” tulisnya.