Penetapan Tersangka Gregorius Jeramu dan Aksi Solidaritas Warga
Gregorius Jeramu (62), warga Kampung Kembur di Kabupaten Manggarai Timur ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Manggarai dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan Terminal Kembur. Menurut Kejaksaan, ia menjadi tersangka karena menjual tanah yang tidak memiliki sertifikat kepada pemerintah untuk pembanguan terminal itu. Benediktus Aristo Moa, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) di Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi juga ikut menjadi tersangka.
Kelompok sipil menuding langkah Kejaksaan sebagai bentuk ketidakadilan, karena tanah yang dijual adalah milik Gregorius.
Aliansi Masyarakat Adat Kembur dan Forum Masyarakat Peduli Keadilan menggelar berbagai aksi untuk menentang hal itu. Mereka melakukan aksi bakar lilin dan doa pada Selasa malam, 1 November dan demonstrasi damai di Borong di hari berikutnya. Pada Senin, 7 November, bersama Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia [PMKRI] Cabang Ruteng mereka mendatangi kantor Kejaksaan.
Kini Gregoris dan Aristo sedang menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang. Untuk mendukung biaya akomodasi tim hukum Gregorius, FMPK mengamen di sejumlah tempat di Borong dan menjual karcis menonton pertandingan Piala Dunia di sebuah kafe, yang hasilnya diserahkan ke keluarga Gregorius.
Kasus ini telah menyita perhatian Komnas HAM yang pada Kamis, 25 November 2022 beraudiensi dengan keluarga Gregorius Komnas HAM menyatakan sedang mempelajari terlebih dahulu data-data yang mereka terima.
Warga Konsisten Menolak Geothermal
Warga di Desa Wae Sano, Kabupaten Manggarai Barat, NTT terus berjuang melawan ancaman perusakan ruang hidup mereka dari proyek geothermal. Pada selasa 15 November 2022, dalam sosialisasi lanjutan terkait proyek itu dengan tim dari Kantor Staf Presiden dan PT Geo Dipa Energi, mereka memilih meninggalkan ruangan (walk out) sebagai bentuk penolakan.
Saat mendatangi Kantor Desa Wae Sano, tempat sosialisasi, warga yang sebagian besar ibu-ibu membawa spanduk bertuliskan pernyataan penolakan terhadap proyek itu. “Jangan Jadikan Kami Korban Investasi Wisata Premium”, “Bapa Pemerintah Kerja Untuk Siapa?”, dan “No Geothermal, Save Wae Sano #World Bank Don’t Kill Us” adalah beberapa pesan dalam spanduk yang mereka bawah.
Dalam sebuah artikel yang khusus mengangkat suara ibu-ibu Wae Sano, mereka menyatakan rela mati demi mempertahankan tanah mereka jika pemerintah dan perusahaan tetap memaksakan kehendak.
Selain itu, di wilayah Kabupaten Manggarai, diduga demi meloloskan proyek geothermal di Poco Leok, Perusahan Listrik Negara [PLN] mencatut nama sejumlah lembaga Gereja Katolik dan menyebut dokumen Vatikan tentang lingkungan hidup, Laudato si mendukung geothermal. Hal itu dalam sebuah booklet yang dibagikan PLN kepada warga.
Perwakilan dari lembaga-lembaga Gereja telah memprotes pencatutan nama itu yang mereka anggap sebagai taktik PLN untuk meloloskan proyek yang masih ditentang oleh warga.
Bowosie: Promosi Pariwisata dan Perlawanan
Pemerintah sedang gencar mempromosikan Parapuar, nama untuk kawasan bisnis pariwisata di 400 hektar wilayah di Hutan Bowosie, yang dikelola oleh Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPO-LBF).
Dalam kunjungan ke lokasi itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno didampingi Direktur BPO-LBF, Shana Fatinah dan Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Henky Hotma Parlindungan Manurung – yang kemudian meninggal dunia pada Minggu, 6 November – dan Menteri Kesehatan Singapura Ong Ye Kung. Menteri Sandiaga mengatakan mereka akan mendatangkan investasi 800 miliar rupiah ke Parapuar.
Pengembangan bisnis di kawasan itu ditentang kelompok sipil karena selain alihfungsi hutan itu dianggap akan memicu masalah lingkungan di Labuan Bajo, juga karena masih ada konflik agraria dengan sejumlah kelompok masyarakat yang juga ikut mengklaim sebagian dari wilayah hutan itu sebagai tanah ulayat mereka. Sebagian dari lahan 400 hektar wilayah Parapuar juga diklaim oleh kelompok warga, seperti dari Racang Buka.
Dalam Rapat Dengar Pendapat [RDP] bersama Komisi II DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin 14 November 2022, perwakilan warga Racang Buka mengatakan akan meningkatkan eskalasi perlawanan terhadap apa yang mereka sebut sebagai penguasaan lahan oleh BPO-LBF.
Selain warga Racang Buka, masih adalah kelompok warga lain yang juga ikut mengklaim sebagian dari kawasan Hutan Bowosie, yakni di Lancang dan Nggorang. Kelompok lain seperti Serikat Petani Indonesia [SPI] juga ikut mengklaim sekitar 700 hektar lahan di Hutan Bowosie.
Suara Warga Kampung Komodo, Saudara Kembar Komodo yang Menolak Disingkirkan demi Bisnis Pariwisata
Dalam sebuah liputan kolaborasi dengan Project Multatuli, kami mengangkat suara-suara warga di Kampung Komodo yang menolak untuk disingkirkan oleh pemerintah demi berbagai konsesi bisnis pariwisata.
Iskandar, pedagang suvenir berumur 54 tahun di Loh Liang, akses masuk para turis dan tempat warga menjual suvenir menyatakan heran atas alasan-alasan pemerintah bakal menggusur mereka, yang selalu mengklaimnya demi “tujuan konservasi”.
Pernyataan Gubernur Laiskodat bahwa pulau itu hanya untuk Komodo, menurut Iskandar, “sangat menyakitkan” dan “sangat melukai” masyarakat Komodo.
Kampung Komodo adalah sebuah desa berpenduduk 2.000 jiwa di dalam Taman Nasional Komodo. Orang Komodo, dikenal “Ata Modo”, sudah mendiami pulau ini sejak ratusan tahun, jauh sebelum penetapan pulau sebagai kawasan lindung oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1915 dan sebagai taman nasional oleh pemerintah Indonesia pada 1980.
Selama ratusan tahun itu, Ata Modo dan satwa Komodo hidup berdampingan. Ata Modo memiliki kepercayaan turun-temurun bahwa satwa Komodo adalah saudara kembar mereka yang lahir dari rahim ibu yang sama. Dalam bahasa Komodo (Wana Modo), satwa Komodo dikenal dengan nama Sebae, artinya sebelah atau kembar.
Kinan, seorang pemuda Kampung Komodo mengatakan, jauh sebelum pembentukan Balai Taman Nasional Komodo, warga lokal sudah lebih awal mendiami pulau ini dengan tradisi dan budaya yang bertumbuh bersama alam dan satwa, termasuk komodo yang diyakini saudara serahim manusia.
Ia menyebut perusahaan seperti PT Flobamor sebagai pihak yang “tiba-tiba memetik hasil.”
“Pemerintah datang berbicara dengan bahasa tinggi. Mereka sebut konservasi. Ya konservasi itu seperti yang terjadi sejak leluhur kami di sini. Ketika manusia hidup berdampingan dengan komodo secara damai dan saling melindungi, itulah konservasi komodo ala masyarakat Komodo,” katanya.
TN Komodo; Teguran KLHK dan Respons Pemprov NTT
Setelah diprotes selama beberapa bulan terakhir, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] akhirnya menegur Gubernur NTT terkait kebijakannya di wilayah TN Komodo yang memberi akses yang luas bagi PT Flobamor, badan usaha milik provinsi.
Surat Menteri Siti Nurbaya Bakar menyatakan isi Peraturan Gubernur NTT Nomor 85 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Konservasi di TN Komodo sebagai dasar pemberian wewenang kepada PT Flobamor bertentangan dengan undang-undang. Ia juga menyatakan sejumlah ketentuan dalam Pergub itu bisa memicu masalah lain.
Gubernur Laiskodat telah memutuskan mencabut Pergub itu, menanggapi surat itu.
Namun, menurut pemerintah provinsi, pencabutan peraturan itu tidak berarti sejumlah kebijakan mereka terkait TN Komodo batal, termasuk soal rencana kenaikan biaya akses masuk yang akan diterapkan pada awal tahun depan.
Pernyataan Pemprov NTT menuai kritikan dari pelaku wisata dan elemen sipil, terutama terkait landasan hukum kebijakan Pemprov itu yang sudah jelas-jelas dinyatakan oleh KLHK bertentangan dengan undang-undang.
Apalagi, dalam suratnya, Menteri Siti Nurbaya Bakar menyatakan telah terjadi kesalahpahaman Pemprov NTT terhadap isi MoU dan PKS, yang pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan kawasan TN Komodo dan bukan untuk penguasaan wilayah oleh Pemprov NTT melalui PT Flobamor.
Floresa.co Masuk Nominasi Media dengan Pertumbuhan Konten Terbaik
Floresa.co masuk nominasi sebagai media lokal dengan pertumbuhan konten terbaik dalam ajang penghargaan yang dibuat oleh Asosiasi Media Siber Indonesia [AMSI], Amsi Awards.
Pengumuman AMSI Awards yang pertama kali diadakan tahun ini berlangsung pada Rabu malam, 23 November 2022, penutup dari rangkaian kegiatan Indonesia Digital Conference [IDC].
Ario Jempau dari Floresa.co mengatakan, masuk nominasi sudah merupakan capaian yang penting untuk Floresa.co sebagai bentuk “pengakuan atas kerja-kerja jurnalistik kami selama ini di tengah berbagai macam keterbatasan sebagai media lokal dengan tim yang kecil.”
“Kami akan terus berupaya untuk menjadi media yang menjunjung tinggi kualitas jurnalisme, dengan lebih banyak memberi ruang bagi suara-suara mereka yang seringkali dipinggirkan, sebagaimana yang menjadi warna dominan dalam laporan-laporan kami,” tambahnya.
AMSI Awards melibatkan dewan juri yang diketuai oleh Yosep Adi Prasetyo (mantan Ketua Dewan Pers), dengan anggota Ninik Rahayu (anggota Dewan Pers), Ignatius Haryanto (peneliti media di Universitas Multimedia Nusantara), Eric Sasono (Chief of Party Internews), dan Kristy Nelwan (Head of Corporate Communication PT Unilever).
Aksi Kreatif Warga Menagih Perhatian Pemerintah
Sebuah aksi kreatif ditunjukkan warga Kampung Munta di Kabupaten Manggarai untuk menagih perhatian pemerintah terhadap kondisi jalan mereka yang tidak diperhatikan selama belasan tahun. Mereka menanam pisang di sebuah sebuah ruas jalan milik provinsi, penghubung Kabupaten Manggarai bagian utara dan Kabupaten Manggarai Barat.
“Sudah belasan tahun pemerintah tidak pernah memperhatikan jalan ini. Saat ini masyarakat mengambil keputusan, lebih baik jalan raya ini dijadikan kebun untuk tanaman jangka panjang,” kata Felix Jubel, seorang warga.
Tidak lama setelah itu, Pemerintah bersama DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur merespons dengan menetapkan anggaran untuk perbaikan jalan provinsi tersebut. Namun, anggaran yang dialokasikan melalui APBD tahun 2023 itu hanya senilai 3 miliar rupiah. Anggaran tersebut hanya cukup untuk memperbaiki beberapa bagian jalan yang kondisinya rusak parah.
Aksi warga itu juga telah membuat Wakil Bupati Manggrai, Heribertus Ngabut berencana mengambil alih ruas jalan itu agar dialihkan sebagai jalan kabupaten. Namun, rencana itu tidak disetujui oleh Bupati Herybertus GL Nabit, mengingat masih banyak ruas jalan kabupaten yang juga belum terurus.
Kasus yang Menyeret Nama Istri Bupati Manggarai Dimonitor Hingga Level Nasional
Setelah lama tidak terdengar kabarnya, kasus dugaan jual beli proyek dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah [APBD] di Kabupaten Manggarai yang menyeret Meldyanti Hagur, istri Bupati Herybertus GL Nabit ternyata terus bergulir.
Kapolres Manggarai, AKBP Yoce Marten menyebut kasus tersebut segera memasuki tahap gelar perkara yang akan dilakukan di Polda NTT.
Yoce menepis dugaan mengulur-ulur kasus tersebut sambil menunggu berkurangnya perhatian publik, termasuk media. “Kasus ini di-monitor sampai nasional ya. Jadi, tidak ada yang bengkok-bengkok,” katanya.
Inspirasi dari Pemuda Pebisnis Kopi yang Melawan Dominasi Tengkulak dan Praktek Ijon
Yoseph Ronaldi, pemuda 28 tahun di Kabupaten Manggarai Timur mengambil langkah transformatif untuk mengatasi masalah menahun para petani kopi.
Di bangku kuliah, Yoseph Ronaldi belajar teologi karena ingin menjadi Guru Agama Katolik. Namun, ia banting stir menjadi pebisnis kopi setelah mendengar cerita kekalahan petani kopi di kampungnya, Colol, karena praktik ijon dan dominasi tengkulak.
Menurut data Badan Pusat Statisti Kabupaten Manggarai Timur tahun 2020, luas areal perkebunan kopi di Kecamatan Lamba Leda Timur, yang mencakup Colol adalah 10.560 hektar dengan produksi 2.201 ton per tahun. Terbanyak adalah varietas Robusta dan Arabika.
Dua varietas kopi itu juga pernah dinobatkan sebagai kopi terbaik dalam sebuah kontes kopi spesialti Indonesia yang diadakan oleh Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia serta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember pada 2015.
Namun, banyaknya kopi, juga cerita soal kualitasnya, tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan petani.
Menurut data BPS, di Kabupaten Manggarai Timur, dari 172.603 penduduk yang mayoritas (82,28 %) adalah petani, jumlah warga miskin pada tahun 2021 adalah 77,17 ribu (26,50%). Kabupaten itu juga termasuk di antara 13 kabupaten di NTT yang dikategorikan tertinggal, menurut Keputusan Peraturan Presiden No 63 Tahun 2020.
Kekalahan petani kopi di wilayah Manggarai dipicu oleh setidaknya dua hal, yakni modus bisnis para tengkulak – yang membeli kopi dari petani dengan harga amat rendah – dan praktik ijon orang kaya – yang meminjamkan uang kepada petani yang sedang kesulitan finansial dan saat musim panen kopi-kopi mereka langsung diberikan kepada orang kaya itu dengan harga rendah.
Untuk membendung hal ini, Ronald memilih mengorganisir para petani agar bersama-sama dengannya mengolah kopi mereka dengan teknik yang telah ia pelajari dari sebuah komisi di Keuskupan Ruteng. Ia lalu membuat brand dan memasarkannya. Cara ini membuat para petani tidak lagi tergantung pada tengkulak dan keluar dari pratik ijon. Kini brand Ponan Coffee milik Ronaldi sudah merambah pasar kopi biji dan bubuk di Ruteng dan Labuan Bajo dan dijual ke wilayah-wilayah lain di Indonesia.