PerspektifAnalisisRestorasi Bagi Gafatar

Restorasi Bagi Gafatar

Refleksi post-faktum atas “tragedi” Gafatar

Mereka harus segera diarahkan untuk kembali ke jalan yang benar dan tidak boleh distigmatisasi sedemikian kejam. Larangan terhadap keberadaan ormas Gafatar bukan berarti mantan anggotanya juga dilarang untuk berkiprah di tanah nusantara ini.

Mereka tetap diberi ruang untuk mengafirmasi diri dan diberi tempat serta kesempatan untuk kembali ke tempat asal mereka kemudian melaksanakan segala pekerjaan untuk mempertahankan hidup.

Di sini, sinergi dengan tokoh-tokoh agama amat penting. Negara harus memberi ruang kepada tokoh agama (terutama yang berkaitan langsung dengan kelompok Gafatar) untuk memulihkan dan merangkul mereka agar tetap mengekspresikan diri secara bebas.

Mereka adalah umat yang dicari, ditemukan dan diarahkan kepada jalan yang benar. Justru keberadaan agama berkaitan erat dengan mereka yang lemah dan berdosa (Andang: 1998). Agama tidak boleh menutup pintu terhadap mereka, sebab orang-orang seperti itulah yang perlu diselamatkan.

Mantan anggota Gafatar bukanlah setan yang harus disingkirkan. Mereka tidak sama dengan teroris yang telah membumihanguskan dan melululantahkan keamanan dan keadaban bangsa.

Penulis adalah rohaniwan dan dosen Sekolah Tinggi Pastoral di Ruteng, Manggarai – Flores

DUKUNG KAMI

Terima kasih telah membaca artikel kami.

Floresa adalah media independen. Setiap laporan kami lahir dari kerja keras rekan-rekan reporter dan editor yang terus berupaya merawat komitmen agar jurnalisme melayani kepentingan publik.

Kami menggalang dukungan publik, bagian dari cara untuk terus bertahan dan menjaga independensi.

Cara salurkan bantuan bisa dicek pada tautan ini: https://floresa.co/dukung-kami

Terima kasih untuk kawan-kawan yang telah mendukung kami.

Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

spot_img

TERKINI

BANYAK DIBACA