Afrizal, Makelar Tanah Kerangan Diciduk Usai Dua Tahun Jadi Buron; Bagaimana Perannya?

Afrizal divonis enam tahun dalam kasus yang merugikan negara Rp1,3 triliun dan menyeret mantan bupati ke penjara

Floresa.co  – Afrizal alias Unyil seperti tak punya beban untuk kembali ke Labuan Bajo meski berstatus buron dalam kasus penjualan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat yang telah menyeret sejumlah pihak ke jeruji besi, termasuk mantan bupati.

Lelaki asal Jambi itu berangkat dari Bali menuju Labuan Bajo pada 8 Juli. 

Di kota tempat ia pernah bekerja sebagai koki sebuah restoran sembari menjadi broker atau perantara penjualan tanah itu, Afrizal alias Unyil mendatangi beberapa lokasi.

Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur [NTT] dalam keterangannya menyebut Afrizal ke Labuan Bajo untuk mengurus berkas tanah di Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Mengendus keberadaannya, kejaksaan melakukan pemblokiran di tempat-tempat strategis wilayah hukum Manggarai Barat, termasuk Bandara Internasional Komodo.

Afrizal diringkus tim Kejaksaan Negeri Manggarai Barat pada 9 Juli sekitar pukul 09.00 Wita, saat ia hendak terbang kembali ke Bali menggunakan maskapai Batik Air. 

Kepala Kejaksaan Negeri Labuan Bajo, Sarta berkata, kejaksaan masih mendalami aktivitas Afrizal di Labuan Bajo, termasuk informasi soal keterlibatannya dalam transaksi terbaru jual beli tanah.

“Kami akan melakukan penyelidikan lebih lanjut terkait dugaan tersebut,” katanya.

Selepas ditangkap, Afrizal ditahan di Rutan Kelas II Ruteng, Kabupaten Manggarai. 

Menyeret Belasan Orang ke Jeruji Besi

Afrizal tersangkut kasus jual beli tanah di Kerangan/Torro Lemma Batu Kallo.

Tanah seluas 30 hektare itu adalah milik pemerintah, yang didapat pada 1989 dari Fungsionaris Adat Kedaluan Nggorang, pemangku otoritas adat di wilayah Labuan Bajo dan sekitarnya.

Namun, sejumlah pihak kemudian mengklaim sebagai pemilik lahan itu, bahkan menjualnya ke berbagai pihak, lewat beberapa broker, termasuk Afrizal.

Bahkan, salah seorang warga Labuan Bajo, Muhammad Adam Djudje, yang telah meninggal pada Desember 2020, mengklaim sebagai pemilik seluruh lahan itu.

Proses itu melibatkan pejabat Badan Pertanahan Nasional dan dibiarkan oleh petinggi di Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, termasuk bupati dua periode [2010-2020], Agustinus Ch. Dula.

Kejaksaan Tinggi NTT yang mulai mengusut kasus ini pada 2020 mengklaim tindakan sejumlah pihak ini membuat negara merugi Rp1,3 triliun.

Pada 2021, Dula kemudian divonis sembilan tahun penjara dan diharuskan membayar denda Rp600 juta karena menerbitkan sejumlah dokumen yang memuluskan upaya penjualan tanah itu.

Bawahannya, Ambrosius Syukur, Kepala Tata Pemerintahan, juga divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar. 

Sedangkan Abdullah Nur, mantan Camat Komodo, divonis tujuh tahun penjara dan denda Rp750 juta.

Marthen Ndeo, mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional Manggarai Barat diganjar hukuman 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.

Sejumlah terpidana lainnnya adalah warga yang mengklaim tanah itu, pengacara, notaris dan para broker.

Salah satunya adalah Muhammad Achyar, pengacara yang ikut menjual tanah itu. 

Ia divonis penjara delapan tahun. Achyar bersama pengacara lain, Gabriel Mahal, iparnya, juga menjadi kuasa hukum Djudje.

Apa Peran Afrizal?

Dari sejumlah dokumen yang diakses Floresa, Afrizal yang bekerja sebagai koki di sebuah restoran di Labuan Bajo, berperan dalam pengurusan SHM atas nama Dai Kayus dan Mahmud Nip. Keduanya adalah bagian dari sejumlah warga yang ikut mengklaim tanah itu.

Mulanya, pada 21 Februari 2015, Dai Kayus dan Mahmud Nip mengajukan pengurusan Sertifikat Hak Milik [SHM] ke Kantor Badan Pertanahan, masing-masing seluas 5.000 meter persegi dengan alas hak dari Usman Pota pada 1989 untuk tanah yang berlokasi Wae Cicu Utara.

Namun, karena intervensi dari pejabat Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah dan Manggarai Barat, objek yang mereka ajukan itu pindah ke tanah di Kerangan/Torro Lemma Batu Kallo.

Afrizal ikut berperan dalam proses ini. 

Bahkan sebelum SHM diperoleh, Afrizal bersama Maria Srikandi alias Ibu Kendi sudah menawarkan tanah Dai Kayus dan Mahmud Nip kepada pembeli Ismail Hirawan seharga Rp300.000 per meter persegi.

Ismail, yang menerima tawaran itu, kemudian memberikan uang tanda jadi sebesar Rp50 juta kepada Maria Srikandi, melalui Afrizal.

Uang Rp50 juta itu kemudian diberikan kepada Alfandri alias Andi yang bertugas mengurus data yuridis ke Kantor Kelurahan Labuan Bajo dan Kantor Kecamatan Komodo.

Untuk permohonan SHM atas nama Mahmud Nip di dua instansi itu, Alfandri juga mendapatkan uang dari Matheus Saniang Naga Siagian, seorang pengusaha, sebesar Rp230 juta. Ia secara total memperoleh Rp280 juta. Matheus adalah pemilik restoran tempat Afrizal bekerja sebagai koki.

Afirizal kemudian dinyatakan menyuap Kepala Badan Pertanahan Manggarai Barat, Marthen Ndeo untuk pengurusan SHM.

Afrizal divonis enam tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang dan denda satu miliar rupiah.

Upaya hukumnya, mulai dari banding hingga kasasi ditolak, sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 330 K/Pid.Sus/2022 tanggal 25 Januari 2022. 

Namun, ia tetap menghirup udara bebas.

Afrizal sempat ditangkap kejaksaan Tinggi Bali pada Januari 2021, enam bulan sebelum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Kupang membacakan vonis pada 18 Juni 2021.

Sarta berkata pada 9 Juli, kala itu Afrizal keluar dari jeruji besi karena masa tahanannya berakhir.

“Ada kendala terkait perpanjangan penahanan dari Mahkamah Agung yang terlambat untuk ditindaklanjuti, sehingga terpidana keluar demi hukum,” katanya.

Langkah Afrizal yang tak menyerahkan diri setelah terbitnya putusan berkekuatan hukum tetap sebagai praktik “menghindar dari proses hukum,” kata Sarta, sehingga selama ini ia berstatus sebagai buronan.

Sejarah Perolehan Tanah

Fungsionaris Adat Nggorang, atas nama Ishaka dan Haku Mustafa, menyerahakan Tanah Kerangan/Torro Lemma Batu Kallo kepada Bupati Manggarai, Gaspar Parang Ehok pada 1989.

Pemberian tanah itu, mulanya, untuk membangun sekolah perikanan.

Pada 20 Juli 1993, Gaspar Ehok membentuk tim untuk mengecek tanah yang sudah diserahkan itu. 

Tim tersebut beranggotakan Fransiskus Nahas dan Petrus Tagus, masing-masing sebagai kepala bagian dan kepala umum. 

Pada 26 April 1997, Ishaka meminta bantuan Muhammad Adam Djudje, Donatus Amput dan Kamnis Hamnu, untuk melakukan penataan lokasi tanah yang akan diserahkan itu.

Pengukuran pada Mei 1997 oleh petugas Kantor Pertanahan, Tagur Albertus, Yulius Sae dan N.Oktovianus Rihi mencatat luas tanah itu 30 hektare. 

Surat ukur tertanggal 14 Mei 1997 itu ditandatangani oleh Ishaka dan Yoseph Latif yang saat itu Kepala Desa Labuan Bajo.

Pada 17 Januari 1998, Ishaka dan Haku Mustafa membuat Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas Tanah kepada Bupati Manggarai.

Pada 2003, saat Kabupaten Manggarai Barat terbentuk, sebagai hasil pemekaran dari Manggarai, aset tanah itu dialihkan.

Penyerahan secara resmi aset itu ke Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat dilakukan pada 24 Januari 2005, beserta sejumlah dokumen pendukung.

Namun, masalah kemudian muncul karena Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat tidak mencatatkan tanah tersebut dalam Kartu Inventaris Barang.

Pada 2011, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berupaya melakukan sertifikasi tanah itu, namun terhambat setelah munculnya klaim sejumlah warga, termasuk Djudje.

Selama keseluruhan proses hukum tanah ini sejak 2020, di mana Ishaka dan Haku Mustafa sudah meninggal, Haji Ramang Ishaka, anak dari Ishaka, mempertahankan bahwa tanah itu adalah milik pemerintah.

Sikapnya diperkuat oleh keterangan saksi lain, termasuk Frans Padju Leok, mantan pejabat di Kabupaten Manggarai yang pernah berkunjung ke lahan itu bersama Djudje selama proses peralihan dari fungsionaris adat ke pemerintah.

Pada 1 April 2022, usai vonis para terpidana berkekuatan hukum tetap, Kejaksaan Tinggi NTT menyerahkan kembali tanah itu kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat. 

‘Roh Kerangan’

Merespons penangkapan Afrizal, Yosef Sampurna Nggarang, pegiat sosial di Manggarai Barat berkata, ia mungkin tidak berniat melarikan diri, hanya menghindar dan menunda menjalankan putusan kasasi, seraya berharap jaksa memaklumi dan jika bisa melupakannya sebagai buronan.

Namun, kata Yos, “roh Kerangan berkata lain, bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan salah dan jahat harus dihukum.”

“Yang menghukum bukan jaksa, hakim atau publik, tapi buah dari setiap perbuatan. Sekali kamu bermain menjual tanah, kamu akan kecanduan, sama seperti kecanduan narkoba,” katanya.

“Hanya orang candu yang nekat seperti ini, tidak sadar diri masuk daftar buronan, lalu bebas melenggang seperti wisatawan yang ingin berlibur. Dugaan saya, kenekatannya ke Labuan Bajo bukan tidak mungkin untuk urusan transaksi tanah,” tambahnya.

Yosef berkata, sekarang ‘tinggal aparat lacak, apakah ia berurusan dengan notaris atau dengan pihak lain.”

Kasus tanah di Kerangan/Toro Lema Batu Kallo hanyalah salah satu dari persoalan tanah yang kian marak di Labuan Bajo, seiring perkembangan pesat kota di ujung barat Pulau Flores itu sebagai kawasan strategis pariwisata.

Di tengah perkembangan model pengembangan pariwisata yang didorong ke arah investasi berskala besar, komodifikasi tanah makin marak. Tanah-tanah yang sebelumnya milik warga setempat banyak yang beralih ke tangah pemodal yang rata-rata berasal dari Jakarta, beberapa di antaranya adalah warga asing.

Dalam kasus tanah Kerangan/Toro Lema Batu Kallo, beberapa warga asing juga ikut diseret dan menjadi tersangka karena menjadi broker, kendati dalam proses hukum mereka dibebaskan, lantaran dinyatakan sebagai pembeli beritikad baik.

Konflik tanah di Labuan Bajo dan sekitarnya juga sempat memakan korban jiwa, ketika pada 2017 dua warga lokal penjaga tanah milik warga Australia tewas saat bentrok di Mbehal, Kecamatan Boleng.

Anjany Podangsa dan Petrus Dabu berkolaborasi mengerjakan laporan ini

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

TERKINI

BANYAK DIBACA

BACA JUGA