Nobar ‘Cut to Cut’ di Labuan Bajo, Apa Saja Inspirasinya untuk Pekerja?

Film ini mengisahkan perjuangan pekerja media CNN Indonesia untuk memperoleh hak dan melawan ketidakadilan di tempat kerja mereka

Floresa.co- Beberapa jurnalis dan kaum muda di Labuan Bajo baru-baru ini menggelar acara nobar dan diskusi film dokumenter Cut to Cut yang mengisahkan tentang perjuangan pekerja media melawan ketidakadilan di tempat kerja.

Dalam acara yang digelar pada 11 Maret itu di Rumah Kopi Kebun Kota, Miftah Faridl, sutradara Cut to Cut hadir di lokasi dan menjadi salah satu narasumber.

Film itu menceritakan perjuangan pekerja media CNN Indonesia menghadapi kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK sepihak serta dugaan pemberangusan serikat pekerja atau union busting.

Empat belas jurnalis CNN Indonesia mendeklarasikan Serikat Pekerja CNN Indonesia atau SPCI pada 27 Juli 2024, sebagai wadah perjuangan melawan pemotongan upah sepihak yang dilakukan manajemen perusahaan media itu. 

Merespons pendirian serikat itu, upaya pemberangusan dilakukan manajemen, mulai dari pemecatan hingga kampanye anti serikat dengan menggalang penolakan terhadap pendirian serikat.

Delapan pekerja yang tersisa memilih bertahan dan melawan praktik union busting atau pemberangusan serikat pekerja yang dilakukan manajemen CNN Indonesia.  

Mereka berjuang agar serikat pekerja pertama di lingkungan bisnis media milik salah satu orang terkaya di Indonesia, Chairul Tanjung, ini tetap eksis dan membela hak-hak pekerja. 

Film ini mengurai kompleksitas persoalan para pekerja media itu, mendudukan fakta sebagaimana mestinya, seperti doktrin jurnalisme. 

Cut to Cut merupakan istilah di dunia televisi yang berarti memotong dan membuang gambar yang tak dibutuhkan. 

Dalam kasus ini, memotong upah sepihak sekaligus membuang pekerja yang melawan.

Diproduksi WatchdoC Documentary, film itu dirilis pada 12 Februari.

Selepas pemutaran film, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang tantangan dalam ketenagakerjaan industri media dan pada umumnya. 

Miftah Faridl berkata, lewat pemutaran film ini, peserta diajak untuk menyaksikan perjuangan para pekerja media yang berjuang demi hak mereka dan melawan ketidakadilan di tempat kerja.

Film itu, jelasnya, merupakan strategi perjuangan demi terwujudnya hak-hak pekerja CNN yang di-PHK.   

“Kami tidak punya apa-apa, kemampuan terbatas, hanya punya skill, akhirnya membuat film ini,” kata Faridl. 

Ia mengkritisi CNN Indonesia yang seringkali membicarakan tema demokrasi, namun dalam kasus tersebut, pekerja yang memprotes pemotongan upah sepihak itu justru diberangus. 

“Padahal membentuk serikat itu bagian dari kebebasan berekspresi dan berkumpul,” ujarnya.  

Ia menegaskan, tujuan pembentukan serikat pekerja adalah mengadvokasi para pekerja yang menghadapi kebijakan sepihak pemotongan upah dan penggajian di bawah standar Upah Minimum Regional. 

“Cerita-cerita sedih dari kontributor CNN yang masuk ke kami adalah bagaimana mereka diperlakukan manajemen secara sewenang-wenang,” katanya.  

“Kami melawan dengan membentuk serikat pekerja dengan segala risikonya, seperti PHK,” tambah Faridl.

Faridl juga berkata pemotongan upah hanyalah akumulasi dari semua masalah yang dialami selama di CNN Indonesia, termasuk budaya otoriter dan anti-demokrasi di ruang redaksi

Kondisi itu salah satunya tergambar dalam bagian-bagian Cut-to Cut, kata dia, di mana terdapat narasumber yang berani berbicara tentang situasi manajemen, tetapi meminta identitasnya disamarkan.

Anonimitas itu, lanjutnya bertujuan menjaga keamanan, mencegah ancaman, kekerasan, atau bahkan pembunuhan.

Hal lainnya yang menurut Faridl “membuat kita sadar bahwa serikat pekerja harus ada” adalah perlakuan redaksi terhadap jurnalis profesional yang seringkali diminta mencari iklan, hingga mengganti judul sehingga pihak tertentu, seperti polisi, tidak tersinggung dengan judul berita yang dimuat.

Upaya Mengulur Waktu Sidang Gugatan

Faridl berkata SPCI telah melakukan gugatan terkait masalah PHK sepihak ini di Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Di Jakarta, sengketa yang sedang berproses terkait perselisihan hak, yaitu upah yang dipotong dan masalah PHK. Sementara di Surabaya, baru terkait gugatan soal pemotongan hak. 

“Nanti terkait PHK akan diajukan lagi di PN Surabaya,” katanya.  

Proses persidangan di PN Surabaya kini telah memasuki pemeriksaan saksi-saksi. 

Dalam sidang pada 4 Maret, dua saksi dari pihak penggugat dihadirkan, yakni Edy Can, mantan News Production manager, salah satu manajemen di CNN yang bergabung dengan SPCI dan Joni Aswira Putra, salah satu deklarator SPCI.  

Namun, menurut Faridl, dalam proses persidangan ini ada upaya buying time atau mengulur-ulur waktu yang diduga sengaja dilakukan CNN Indonesia. 

Ia berkata, seharusnya vonis persidangan tersebut dilakukan pada 17 Maret, “tapi ini akan molor” katanya. 

Sementara itu, Anastasia Ika, editor Floresa yang menjadi narasumber dalam sesi diskusi berkata, tanpa film Cut to Cut publik tidak bisa mengetahui parahnya manajemen perusahaan media, seperti CNN Indonesia.

Ia mengapresiasi SPCI yang mau berjuang sampai akhir, hal yang disebutnya menunjukan integritas anggotanya sebagai jurnalis.

Dalam Cut to Cut, kata Ika, hal yang bisa dipelajari adalah integritas tidak saja hanya melekat pada media sebagai organisasi, tetapi juga perorangan. 

“Sari Cut to Cut tadi menunjukkan masing-masing pekerja bersuara dan mengungkapkan apapun yang mereka rasakan,” katanya.

Ajakan Berserikat 

Mersinta Ramadhani, salah satu peserta yang hadir dalam diskusi tersebut mengaku tergugah untuk turut membentuk serikat pekerja di Labuan Bajo.    

Pernah bekerja di perusahaan retail di Labuan Bajo, akunya, ia merasakan banyak ketentuan ketenagakerjaan yang dilanggar. 

“Kondisi buruh di Labuan Bajo sangat memprihatinkan,” sebutnya. 

Hal itu, kata dia, dapat dirasakan dalam proses klaim Tunjangan Hari Raya atau THR, cuti hamil, cuti  haid, “yang mestinya dijamin bagi tenaga kerja, tetapi masih sangat jauh dari harapan.” 

Problem lainnya, menurut Mershinta, adalah pemberian upah buruh di bawah standar UMR. 

Di tengah kondisi tersebut, ia berkata, justru kesadaran buruh untuk berserikat dan berorganisasi masih sangat minim, karena “banyak yang tidak tahu tentang berserikat.” 

Merespons Marsinta, Faridl mengatakan tugas terberat adalah menggugah kesadaran buruh untuk berserikat.

Meski begitu, Faridl berharap para pekerja di Labuan Bajo segera memiliki serikat buruh, sebab hal itu penting untuk di tengah perkembangan pesat industri pariwisata.

“Cukup memiliki 10 anggota lalu didaftarkan,” katanya menyebut syarat-syarat itu agak mudah.

“Ketika berjejaring dengan serikat-serikat pekerja yang lain, perusahan akan takut berbuat sesuatu karena dilindungi hukum,” kata Faridl. 

Editor: Anno Susabun

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik mendukung kami, Anda bisa memberi kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di Grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini atau di Channel WhatsApp dengan klik di sini.

BACA JUGA

TERKINI

BANYAK DIBACA