Aletheia Ledalero Pentaskan ‘Kotbah’

Baca Juga

Dalam adegan kedua, ditampilkan sifat dan karakter manusia sebagai penguasa yang disimbolkan dengan kehadiran seorang imam yang merayakan ekaristi bersama umatnya. Kotbah merupakan hal yang lumrah dalam perayaan ekaristi dan sebatas mendengar bagi umat yang hadir juga adalah hal yang tidak perlu dipertanyakan. Kotbah menjadi nirmakna karena susunan liturgi seperti itu. Dengan demikian, penderitaan sesama di tempat lain adalah urusan mereka, merusak alam adalah hak setiap orang. Dengan kata lain, tidak ada aplikasi lanjut atas kotbah yang diadakan dan didengarkan dalam setiap perayaan ekaristi.

Adegan ketiga dari Kotbah merupakan sebuah transformasi dari pemimpin dan umat manusia. imam menyadari tugasnya sebagai seorang pelayan yang semestinya memberikan pelayanan kepada siapa saja termasuk mereka yang menderita karena kemiskinan, peperasan, pelecehan seksual, AIDS, dll. Karena itu, sikap transformatif imam sebagai simbol kekuasaan ditunjukkan dengan tindakan pembasuhan kaki dan saling memaafkan satu sama lain untuk membangun dunia dan menemukan solusi atas berbagai persoalan yang melilit manusia. Dengan transformasi tersebut, manusia hendaknya murah hati, penuh cinta kasih dan saling melayani satu sama lain.

Teater ini diakhir dengan lagu we are the world yang menandakan bahwa kita adalah dunia. Dunia ini hanya akan berwarna dan mempunyai arti jika kita saling mengasihi, saling membantu satu sama lain. Kita harus berpegangan tangan untuk mewujudkan dunia yang penuh makna.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini