Perubahan Data Dinilai Tidak Wajar, Calon DPD dari NTT Desak KPU Hentikan Penghitungan Suara di Sirekap

Desakan ini muncul di tengah keprihatinan berbagai pihak terkait cara kerja aplikasi milik KPU itu

Floresa.co – Beberapa calon anggota Dewan Perwakilan Daerah [DPD] dari Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT] mendesak penyelenggara Pemilu menghentikan perhitungan hasil Pemilu lewat sistem yang kini menuai kontroversi.

Perhitungan dalam Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu [Sirekap] itu, kata mereka,  mengalami perubahan data yang tidak wajar dari waktu ke waktu.

Sirekap, menurut Keputusan Komisi Pemilihan Umum [KPU] Nomor 66 Tahun 2024, merupakan perangkat aplikasi berbasis teknologi informasi sebagai sarana publikasi dan proses rekapitulasi hasil perhitungan suara.

Umbu Wulang Tanaamah Paranggi, salah satu calon DPD NTT menyebut sistem itu berdampak buruk untuknya dan calon DPD lain.

“Kita adalah korban teknologi karena terjadi kekacauan data yang hakiki dalam sistem ini,” kata Umbu dalam pernyataan yang diterima Floresa.

Ia mengaku berdasarkan data real count di Sirekap, sampai 18 Februari, “saya masih berada di posisi ke 6 dengan perolehan 123.585 suara.”

Namun, kata dia, pada 19 Februari, perolehan suaranya menurun secara signifikan hingga menyisakan 93 ribu suara. 

“Data yang naik turun mengganggu psikologi tim yang sedang bekerja di lapangan,” katanya.

Umbu mengatakan timnya menemukan tiga kejanggalan dalam perhitungan ini.

Pertama, kata dia, penurunan yang signifikan tidak mungkin terjadi karena hasil pantauan tim per 18 Februari, data yang eror hanya berkisar 6.800 suara. 

“Artinya kalaupun ada pengurangan, maka hanya angka tersebut yang dikurangi,” ungkapnya. 

Kedua, kata dia, penurunan ini hanya berlaku kepada calon tertentu.

Penurunan, kata Umbu, “tidak banyak berlaku pada calon-calon [DPD NTT] yang tiba-tiba memperoleh suara signifikan ala Sirekap.”  

Ketiga, kata dia, sistem baca Sirekap yang mengakumulasi suara pada kabupaten tertentu ternyata lembar C1-nya belum terbaca dalam informasi lanjutan. 

Ivan R. Rondo, calon DPD lainnya menambahkan, tabulasi data yang naik turun membingungkan.

“Bahkan per hari ini, banyak teman yang datanya turun jauh sekali dari tabulasi sebelumnya,” ungkapnya pada 19 Februari.

Ivan mengatakan akses yang luas terhadap website ini  “berpengaruh sekali dengan persepsi publik dan pendukung calon di lapangan.” 

“Kami pun sulit menjelaskan kepada mereka kenapa hal ini terjadi dan apa yang sedang dilakukan oleh KPU secara teknis,” katanya. 

Umbu mengatakan menyimak tampilan hasil tabulasi perolehan suara masing-masing calon DPD,  ia meminta KPU menjelaskan “apa yang sedang terjadi.”

Ia mengingatkan perubahan tabulasi data “tidak hanya dibaca sebagai angka matematis tapi juga psikologis.”

Ia mengaku sulit menjelaskan kepada keluarga, teman, sahabat dan para kolega yang menyampaikan kekuatiran dan kekecewaan atas penurunan suara ini. 

Umbu mengatakan kesalahan data yang terjadi pada Sirekap dikhawatirkan bisa menjadi sumber masalah baru yang dapat berdampak pada integritas hasil Pemilu.

Setiap suara yang diberikan pemilih di bilik suara, kata dia, harus dijamin hingga penetapan hasil Pemilu. 

“Saya tidak akan tinggal diam untuk mempertanyakan mengapa data tabulasi KPU bisa mengalami masalah dan mengurangi suara yang saya dapatkan,” ungkapnya. 

Sarah Lery Mboeik, calon DPD lainnya meminta KPU mengevaluasi penghitungan suara dalam Sirekap dan menjelaskan kepada publik “mengapa angka-angkanya demikian.”

Pantauan Floresa pada situs KPU, per 20 Februari, untuk DPD NTT sudah 57.86% suara yang sudah dihitung. Jumlah tersebut berasal dari 9.690 dari total 16.764 TPS.

Maria Stevi Harman, putri dari anggota DPR Benny Kabur Harman menjadi calon dengan suara terbanyak yakni 189.097 [15.17%], disusul Angelius Wake Kako 171.365 [13.75%], El Asamau 124.822 [10.01%] dan Hilda Manafe 118.335 [9.49%]. 

Angelo dan Hilda merupakan calon petahana. Dari 17 calon DPD NTT, yang akan terpilih hanya empat orang, peraih suara terbanyak.

Keprihatinan calon DPD NTT ini mencuat di tengah sikap serupa dari berbagai pihak terhadap Sirekap.

Direktur Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi [Perludem], Khoirunnisa Agustyati, menilai “Sirekap belum siap digunakan karena menimbulkan beberapa kejanggalan.”

Ia menyinggung  perbedaan antara jumlah perolehan total suara partai dengan jumlah akumulasi perolehan suara yang didapatkan para caleg.”

Mestinya, kata dia, KPU segera memperbaiki Sirekap karena mempublikasikan gambaran hasil pemilu, meski belum hasil resmi.

Ia mengatakan Sirekap juga digunakan publik untuk memantau dan mengawasi jalannya proses penghitungan suara karena ada unggahan foto C hasil.

“Menurut saya yang diperlukan sebetulnya adalah KPU merespons cepat dan membenahi Sirekap, bukan Sirekapnya yang ditutup,” ungkapnya seperti dikutip dari Cnnindonesia.com.

Menurut Khoirunnisa, pengakuan dan permohonan maaf oleh KPU terkait kejanggalan data Sirekap tidak cukup.

KPU, katanya, perlu memperbaiki Sirekap untuk mengembalikan kepercayaan publik.

Idham Holik, Ketua Divisi Teknis Penyelenggaraan KPU RI mengatakan pihaknya memastikan data hasil perolehan suara peserta pemilu yang ada dalam Sirekap harus akurat.

Hal yang sama, kata dia, juga dilakukan dengan data yang ditampilkan untuk publik melalui website pemilu2024.kpu.go.id.

“Akurasi data perolehan suara peserta pemilu diindikasikan dengan adanya data yang sinkron antara data yang terdapat dalam foto formulir model C.Hasil [berformat plano] dengan hasil pembacaan atas foto tersebut yang ditampilkan dalam data numerik,” katanya kepada Cnnindonesia.com pada 18 Februari.

Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu, Rahmat Bagja mengatakan Sirekap yang digunakan KPU bukanlah penentu hasil Pemilu 2024.

Penentunya, kata dia, mengacu kepada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum,  adalah rekapitulasi secara manual.

Ia mengatakan pihaknya sedang mengkaji permasalahan Sirekap yang sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat, termasuk di media sosial.

Editor: Herry Kabut

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di sini. Gabung juga di grup WhatsApp pembaca kami dengan klik di sini.

BACA JUGA

BANYAK DIBACA