Oleh: ASTY DOHU
“Perempuan adalah tiang negara. Manakala baik perempuan, baiklah negeri. Manakala rusak perempuan, rusaklah negeri,” demikian sabda Nabi Muhammad SAW yang dikutip Bung Karno dalam bukunya yang berjudul ‘Sarinah’ (Soekarno, 2010:10).
Dalam buku itu, Bung Karno sungguh menyadari bahwa soal masyarakat dan negara adalah soal laki-laki dan perempuan dan soal perempuan adalah soal masyarakat dan negara.
Perempuan merupakan mahkluk ciptaan Tuhan yang paling ‘seksi’. Ke-seksi-an perempuan tidak hanya dilihat dari bentuk tubuhnya yang lebih kompleks dari pada laki-laki tetapi juga soft power dalam dirinya yang sangat menentukan peradaban suatu masyarakat dan negara.
Jauh sebelum zaman pra-kemerdeakaan, tepatnya tanggal 22-25 Desember 1928 bertepat di Yogyakarta, para pejuang wanita Indonesia pada saat itu berkumpul untuk mengadakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama.
Gedung Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto, Yogyakarta menjadi saksi sejarah berkumpulnya 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Mereka berkumpul untuk membahas persatuan perempuan Nusantara dan membahas aneka masalah seputar hubungan perempuan dalam masyarakat. Saat ini, Kongres Perempuan itu dikenal dengan Kongres Wanita Indonesia (Kowani).