40 Malam Fidelis Honto: Momen Mawas Diri dan Rekonsiliasi Mahasiswa Manggarai di Malang

Baca Juga

Daniel Sember, mewakili orangtua, saat memberi sambutan mengingatkan kembali filosofi manuk bakok (ayam putih) dalam budaya Manggarai.

Ia mengatakan, setiap orang Manggarai yang pergi merantau atau ke luar daerah untuk waktu yang lama selalu dibekali dengan upacara adat teing hang yang disimbolkan dengan manuk bakok.

“Kenapa harus ayam dan bukan hewan yang lain?” ujarnya. “Ayam selalu menggambarkan tentang kedisiplinan, tentang pola hidup yang baik,” lanjut Daniel.

Perwakilan orangtua ini mengharapkan mahasiswa Manggarai harus benar-benar memikirkan kuliah, bukan untuk urusan yang lain.

“Kita datang ke Malang untuk kuliah, dan sekiranya pulang membawa sesuatu yang berguna, berisi dan bermanfaat bagi setiap orang”, tegas Daniel.

Ia juga berharap, peristiwa yang menimpa Fidelis tidak lagi terulang. “Sebagai mahasiswa harus tahu apa yang dibuat dan dikerjakan selama kuliah,” ujarnya.

Beberapa mahasiswa juga diberi kesempatan mengungkapkan refleksinya atas peristiwa kematian Fidelis.

Fendi Jehamat, alumnus Seminari Pius XII Kisol, asal Welak, mengatakan perayaan ini merupakan momentum yang mempersatukan kembali mahasiswa Manggarai Raya.

Ia berharap, kegiatan seperti ini lebih sering dilaksanakan, misalnya kegiatan Misa bulanan orang Manggarai di Malang dan seminar-seminar bertemakan budaya lokal.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini