Saat itu, menurut Ahmad Langkas, Samsudin membawa surat keterangan jual beli tanah yang dibuatnya sendiri. Samsudin yang diduga makelar tanah kemudian meminta Ahmad sebagai Tua Teno Mari Orong untuk menanda tangani surat tersebut.
Namun, Ahmad menolak permintaan tanda tangan Samsudin, sebab tanah tersebut adalah hak ulayat masyarakat adat yang belum dibagikan.
Kemudian pada 22 Maret, Samsudin mendatanginya lagi. Misinya sama, yaitu meminta Ahmad menandatangani surat jual beli tanah. Samsudin mengklaim tanah tersebut merupakan milik Hama Yusuf.
“Katanya, Hama Yusuf sudah menerima uang pembelian tanah dari Baba Pao di Reo (Manggarai) sebesar Rp 250.000.000. Secara tegas saya menolak,” kata Ahmad kepada wartawan, Jumat (15/1/2016).
Menurutnya, pada Jumat 15 Mei 2015 lalu, ia dan 7 orang warganya sudah melaporkan secara resmi kejadian tersebut kepada Jemarang, kepala desa Golo Lijun.
Saat itu, ia menyampaikan kepada Kades Jemarang bahwa tanah tersebut bukan milik perorangan melainkan tanah umun masyarakat adat.
Kepada wartawan Kamis kemarin, Kades Jemarang mengaku, hingga kini belum menandatangani surat jual beli tanah di lahan adat tersebut.
Menurutnya, yang berhak menandatangani surat jual beli itu adalah Tua Teno Mari Orong.
“Saya akan menanda tangani surat tersebut apabila ada tangan Tua Teno terlebih dahulu,” ujar Jemarang.
Informasi yang dihimpun Floresa.co, mendengar kejadian pembakaran gubuk dalam perebutan lahan tersebut, pada Kamis (14/1/) anggota Polsek Sambi Rampas dibantu oleh anggota Koramil 1612-05 Elar mendatangi lokasi dan melihat langsung Tempat Kejadian Perkara guna penelitian lebih lanjut.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan kubu Hama Yusuf belum berhasil dikonfirmasi terkait persoalan tanah tersebut. (Ardy Abba/PTD/Floresa)