Mengejar Janji Kampanye

Baca Juga

Ada beberapa hal yang memicu apatisme itu. Pertama, masyarakat kurang memahami posisi dan perannya dalam pembangunan. Kedua, edukasi rakyat dalam ranah politik cenderung minim. Hal ini bermuara pada melemahnya kesadaran kritis. Ketiga, ini merupakan akumulasi kekecewaan terhadap penyelenggaraan pembangunan yang kurang berpihak pada aspirasi dan kebutuhannya.

Akumulasi kekecewaan tersebut membentuk konstruksi berpikir yang mengartikan konstelasi Pilkada lebih merupakan pertarungan kepentingan, bukan sebagai proses rekonsiliasi sosial bagi terciptanya keadilan dan kesejahteraan masyarakat.

Tentu dalam konteks keadilan sosial, sekelumit fenomena ini menjadi persoalan kritis yang harus dibongkar.  Bila tidak, realisasi program pembangunan hanya menjawab kebutuhan segelintir orang saja.

Keaktifan mengawal proses pembangunan bisa mewujud dalam bentuk sikap kritis terhadap kebijakan atau program pemerintah, mengidentifikasi ragam persoalan pembangunan lalu dianalisis. Hasilnya diserahkan ke pemerintah sebagai bahan rekomendasi kebijakan ataupun sebagai bahan acuan untuk rencana agenda kebijakan.

Gerakan sosial ini dapat berjalan efektif bila didukung aktor-aktor sosial seperti LSM, komunitas peduli pembangunan, partai politik dan sebagainya. Elemen-elemen itu memiliki peran penting serta tanggung jawab yang besar. Aktif mengkawal serta mengkritisi kebijakan pembangunan adalah bentuk tindakan sakral dalam sistem demokrasi.

Gerakan sosial tersebut dilakukan selain dalam rangka mengejar janji kampanye selama Pilkada, juga terutama demi terwujudnya sistem pemerintahan yang bersih, berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.

Penulis adalah aktivis PMKRI Malang dan mahasiswa Kebijakan Publik pada Program Pasca Sarjana Universitas Merdeka Malang

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini