Floresa.co – Anugerah Udin Award dari AJI Indonesia kepada Floresa merupakan dukungan moral yang amat berarti untuk terus menjadi media yang berpihak pada kepentingan publik di tengah upaya untuk terus mengawal proses-proses pembangunan yang sedang masif di Flores, demikian menurut Floresa.
“Ini adalah penghargaan yang tidak kami duga sebelumnya. Bagi kami ini adalah dukungan moral yang amat berarti. Kami akan terus bekerja sesuai dengan spirit yang selama ini terus kami pertahankan,” kata Rosis Adir, pemimpin redaksi media yang berbasis di Labuan Bajo itu.
Penghargaan itu diberikan dalam acara di Jakarta, bertepatan dengan ulang tahun ke-29 organisasi jurnalis itu, Senin, 7 Agustus.
Ryan Dagur, Pemimpin Umum Floresa, mewakili rekan-rekannya menerima penghargaan itu yang diserahkan oleh Ika Ningtyas, Sekretaris Jenderal AJI.
Muhammad Isnur, perwakilan Dewan Juri menyebut Floresa dipilih dari delapan kandidat yang diusulkan cabang AJI di berbagai kota dan lembaga-lembaga mitra AJI.
Isnur mengatakan dari dari delapan itu, mereka mengerucutkannya menjadi tiga dengan sejumlah kriteria, yaitu kekerasan digital terhadap institusi media maupun individu baik skala lokal maupun nasional, kekerasan yang menimpa jurnalis maupun institusi media terjadi secara berlapis dan masif, dan melihat dampak dari pemberitaan maupun kekerasan.
Pertimbangan lainnya, kata dia, terkait rekam jejak media serta data kasus kekerasan terhadap jurnalis yang dihimpun Komite Keselamatan Jurnalis dan Bidang Advokasi AJI Indonesia.
Isnur menyinggung bagaimana Floresa mendapat intimidasi dari aparat keamanan usai pada Maret memberitakan proyek jalan di Labuan bajo yang diresmikan Presiden Joko Widodo tanpa memberi ganti rugi kepada warga. Selain itu, akun Telegram dan WhatsApp salah satu jurnalis Floresa diretas.
Isnur juga menyoroti serangan lainnya pada Mei, di mana empat orang narasumber Floresa dalam laporan kasus ganti rugi lahan warga tersebut mendapat surat panggilan polisi dengan tudingan tindak pidana penghasutan.
“Serangan terhadap mereka yang kritis terhadap negara semakin kuat pasca-pemberitaan,” ungkap Isnur.
Ia menegaskan, “kuatnya dampak pemberitaan membuat tim juri menetapkan Floresa layak mendapatkan penghargaan itu.”
Masduki, juri lainnya yang adalah Dosen Universitas Islam Indonesia dan peneliti Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) menyebut “penghargaan ini sekaligus mengapresiasi media lokal yang berani menulis berita secara kritis tentang proyek pemerintah.”
Selain Isnur dan Masduki, juri lainnya untuk Udin Award tahun ini adalah Musdalifah Fachri, Pengurus AJI Indonesia Bidang Advokasi.
Rosis Adir mengatakan, rangkaian serangan yang dialami Floresa, yang adalah media kecil, membuatnya dipaksa berhadapan dengan kekuatan-kekuatan besar yang berpotensi bertindak brutal.
“Tapi, serangan-serangan itu juga membuat Tim Floresa yakin bahwa pemegang kekuasaan menganggap serius kerja jurnalistik, sekaligus penting untuk kebaikan publik,” katanya.
Ia menyebut, berbagai strategi pembungkaman pers “merupakan ancaman serius bagi kebebasan pers yang tak kunjung hilang” dan berharap ekosistem demokrasi di Indonesia semakin sehat, di mana pemerintah dan masyarakat umum semakin menghargai dan mendukung kerja-kerja jurnalistik.
Ia mengatakan, Udin Award ini menjadi pemacu bagi Floresa untuk terus bertumbuh mengawal transformasi menuju demokrasi, pembangunan berkeadilan, dan kelestarian alam, terutama di Flores.
“Kami berkomitmen menjadi bagian dari komunitas media yang menjalankan peran konstruktif agar proses pembangunan dan penyelenggaraan kekuasaan tidak mengabaikan masyarakat dan merusak alam,” katanya.
Sementara itu Ryan Dagur mengingatkan pentingnya dukungan dan solidaritas dari berbagai pihak untuk bisa memperkuat peran media independen seperti Floresa.
“Dalam sejumlah serangan yang terjadi, Floresa bersyukur karena dibantu oleh berbagai jaringan, termasuk di nasional. Floresa juga bersyukur untuk solidaritas dan dukungan dari pembaca kami,” katanya.
“Hal baik seperti ini perlu terus dijaga. Yang pasti bahwa Floresa akan tetap berpegang pada semangat untuk selalu berpihak pada kepentingan publik, terutama mereka yang tidak berdaya,” katanya.
Udin Award merupakan penghargaan tahunan AJI dalam rangka mendorong kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia.
Penghargaan ini diberikan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis profesional, dan memiliki dedikasi pada dunia jurnalistik, serta menjadi korban kekerasan.
Nama Udin Award diberikan untuk mengenang Fuad Muhammad Syafruddin, jurnalis Bernas yang akrab disapa Udin, yang mengalami penganiayaan oleh orang tak dikenal pada tahun 1996. Ia meninggal dunia pada 16 Agustus 1996, tiga hari setelah berita yang ditulisnya terbit pada 13 Agustus. Hingga saat ini kasus kematian Udin tidak tuntas diusut, pembunuhnya masih berkeliaran.