Aparat TNI di TTS Diduga Bekingi Perusahan Tambang

Baca Juga

Padahal, jelasnya, justru kehadiran PT SMR menciptakan konflik horisontal di tengah masyarakat.

“Ini ancaman dan teror sangat serius terhadap masyarakat, aktivis lingkungan dan tokoh agama, yakni pendeta dan pastor yang selama ini mendampingi masyarakat korban tambang,” katanya.

PT SMR yang masuk ke Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) pada 2008 mendapat izin konsensi dari Gubernur Frans Lebu Raya untuk lahan 4.555 hektar, yang meliputi enam desa di dua kecamatan.

Namun, menurut masyarakat lokal, area konsensi itu mencaplok lahan pertanian mereka dan aktivitas perusahan itu sudah menimbulkan bencana ekologi.

Soleman Nesimnasi, warga Dusun Supul Nai, Kecamatan Nuatnana mengaku kehilangan 4 hektar lahan, yang masuk dalam wilayah konsensi perusahan.

Lahan itu, kata dia, sebelumnya dipakai untuk menanam padi, jagung, ubi dan kacang-kacangan.

“Saya sama sekali tidak tahu bahwa izin perusahan itu masuk di wilayah kebun saya. Tiba-tiba saja mereka gusur kebun saya setelah mereka mendapat izin,” kata ayah 7 anak ini, seperti dilansir Ucanews.com beberapa waktu lalu.

Karena tidak mau lahannya dikeruk, ia pun mengadukan pihak perusahan ke pengadilan, di mana ia kemudian dinyatakan menang oleh Mahkamah Agung (MA) pada 30 April 2012 dan berhak mendapatkan tanahnya.

“Namun, kemudian, pada tahun lalu perusahan datang lagi dan mengatakan, saya tidak berhak melarang mereka untuk mengambil mangan di kebun saya. Mereka datang ditemani tentara,” katanya.

“Mereka memaksa saya untuk menerima uang ganti rugi senilai seratus ribu satu hektar untuk setiap bulan,” katanya.

Selain Nesimnasi, masih terdapat beberapa keluarga lain yang lahannya masuk dalam wilayah konsensi dan mereka dipaksa untuk menerima ganti rugi yang ditetapkan perusahan.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini