Walhi Gelar Diskusi Terkait Persoalan Lingkungan di NTT

Baca Juga

“Perebutan sumber daya alam untuk kepentingan keuntungan lebih mengemuka dibandingkan upaya-upaya untuk perlindungan dan penyelamatan lingkungan hidup di NTT. Hutan alam dikonversi untuk pertambangan, yang mana hingga kini NTT memiliki 315 izin, perluasan wilayah pemukiman dan perkotaan maupun infrastruktur,” tegas Herry.

Berbagai praktek kehidupan yang berdampak pada meningkatnya emisi gas rumah kaca, jelasnya, terus berlangsung.

“Pada tahun 2015 NTT, dilanda bencana ekologiyang tentunya merupakan akumulasi dari kerusakan yang sedang terjadi di NTT,” ungkap Herry.

Politik pengelolaan sumber daya alam yang tidak adil, menurutnya, selain menyebabkan kerusakan lingkungan, juga menyebabkan konflik agraria yang tak berkesudahan.

“Pemerintah Indonesia dan NTT cenderung mengambil langkah-langkah yang represif dengan memobilisasi aparat keamanan dalam menyelesaiakan “sengketa” agraria, misalnya dalam kasus pertambangan,” katanya.

Konflik tambang di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) baru-baru ini misalnya melibatkan aparat militer.

Alih-alih hadir sebagai penengah, aparat keamanan malah lebih membela PT Soe Makmur Resources (SMR), perusahan tambang mangan yang sedang konflik dengan warga.

Dalam kasus tambang di Manggaria, yang mencuat pada tahun lalu, gejala serupa juga muncul.

Kata Herry, hal ini diperparah dengan fakta bahwa keadilan sulit didapatkan masyarakat miskin.

“Akibatnya, konflik yang terjadi bukannya terselesaikan, akan tetapi eskalasinya dari tahun ke tahun terus meningkat,” katanya.

Di sisi lain, masyarakat NTT terus dihantui problem menahun, yakni pangan dan air.

“Bukan hanya itu, tentunya ada litani panjang permasalahan yang sedang melilit masyarakat NTT,” katanya.

Ia menjelaskan, memang dalam mengatasi problem keterbatasan air, Pemerintah Jokowi – JK telah mengalokasikan APBN untuk pengerjaan 6 Bendungan besar dan sumur.

“Tetapi apakah kebijakan ini mumpuni dalam mengatasi problem di NTT?,” tanya Herry. (Ari D/ARL/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini