Paksaan Berkedok Sosialisasi ala Lebu Raya-Dula

Baca Juga

Apakah Bupati Dula tidak merasakan dahsyatnya penolakan rakyat terhadap keputusan menyerahkan pantai itu kepada pihak ketiga?

Lebu Raya adalah gubernur seluruh rakyat NTT. Karena itu, sungguh kurang elok kalau menciptakan kesan seakan-akan dia  takut berhadapan dengan rakyat. Gubernur tidak perlu dijauhkan dari rakyat, sebab dia memang harus berada dekat dengan rakyatnya.

Tetapi, yang terjadi memang diluar ekspektasi. Kami dipaksa untuk berbicara cepat-cepat, jangan bertele-tele, selalu dintervensi, misalnya saat pembacaan sikap Keuskupan Ruteng oleh Vikep Labuan Bajo, Romo Robert Pelita Pr. Beberapa kali ia diiterupsi agar tidak lama-lama berbicara.

Bagi saya, ini adalah strategi agar menghilangkan konsentrasi, mengaburkan logika berpikir sehingga pikiran yang disampaikan tidak argumentatif. “Waktu yang sedikit” menjadi legitimasi bagi gubernur untuk tidak mendengarkan secara detail isi hati rakyat. Datang terlambat, tetapi pulang cepat adalah sebuah skenario politik yang didesain agar rakyat tidak begitu jauh “melucuti” kewibawaan gubernur.

Dengan menggunakan alasan “pesawat akan segera berangkat”, momentum itu seakan-akan bukan sesuatu yang penting bagi rakyat. Padahal, rakyat sudah lama menantikannya.

Kedua, menurut saya, yang terjadi beberapa hari lalu itu bukanlah sosialisasi. Itu adalah pemaksaan kehendak/kemauan gubernur berkedok sosialisasi atau dengar pendapat. Sosialisasi biasanya berjalan dialektis.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini