Sakralitas Pilkada

Baca Juga

Demokrasi dan Harapan

Betul memang bahwa masih banyak warga cenderung berpikir pragmatis. Mereka sesungguhnya tidak mau berpikir keras siapa yang bakal menjadi bupati dan wakilnya dalam pemilukada kali ini.

Diskusi tingkat kebun terus berlangsung tetapi semunya meninggalkan pertanyaan retoris: mereka itu (bupati dan wakilnya) sudah buat apa?

Listrik, air, dan aspal jalan yang diurus dengan sangat buruk. Korupsi anggaran di mana-mana.

Bagi masyarakat dengan pendapatan bulanan yang kecil atau labil, disposisi harapan pragmatis adalah sesuatu yang masuk akal, biasa, dan sederhana. Bagi mereka, masa kini adalah masa depan yang terbaik.

Sebuah kegilaan jika orang masih berharap erat pada janji-janji para (calon) pemimpin. ‘Itu tipu tapu saja,’ kata mereka. Wajar, karena rapor buruk kepala daerah selama satu atau dua dekade terakhir sudah cukup membuktikannya. Apa lagi yang bisa diharapkan?

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini