Mengapa “Surga” Laku di Pagal?

Baca Juga

Ketiga, titik keberpihakan surga pembuat mukjizat ini adalah orang-orang sederhana, orang-orang pasar yang penuh dengan kalkulasi untung rugi. Mereka menyasar masyarakat kecil, baik kecil secara ekonomi, politik, budaya, pendidikan maupun sosial.

Secara psikologis, masyarakat kecil dengan mudah menerima mereka. Apalagi, kehadiran ketiga orang itu mendatangkan kesembuhan dan keuntungan bagi mereka. Yang miskin secara ekonomi, kalah secara politik, marginal secara sosial, terpinggirkan secara budaya dan lemah secara pendidikan mudah tergiur dengan tawaran ini.

Keempat, hasilnya bisa dibuktikan. Dengan instan orang-orang kecil ini sembuh. Dengan jamahan saja, mereka langsung sembuh. Pada titik ini strategi pemasaran mereka berdaya guna.

Paling kurang selebaran yang berbunyi yang buta bisa melihat, yang tuli bisa mendengar, yang bisu bisa berbicara, yang lumpuh bisa berjalan dapat diwujudnyatakan. Orang pun bisa merasakan dan mengecap surga.

Kritis

Para pembuat mukjizat telah berhasil menciptakan kegiatan pengobatan yang fenomenal sekaligus kontroversial. Terhadapnya, kita harus memasang sikap kritis untuk menelaah apa yang mereka buat.

Menarik untuk melihat ulang kritik agama yang disampaikan oleh Karl Marx. Semasa hidupnya ia berhadapan dengan konteks sosial yang tidak adil. Ada kelas atas dan ada kelas bawah. Kaum yang berkuasa menindas kaum marginal. Yang kaya hidup mewah sementara yang miskin hidup melarat. Hal ini mengekal dan dianggap sebagai keadaan yang diterima begitu saja.

Kehadiran gereja pun seakan mengamini situasi ini. Khotbah-khotbahnya meninabobohkan umat. Dari depan altar seorang pemuka agama dengan gaya retorisnya mewartakan bahwa orang kecil akan masuk surga, yang lemah diangkat derajatnya. Sabda-sabda bahagia dipakai untuk melanggengkan situasi yang terjadi.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini