Diskusi Pra-Kongres AJI 2024: Pentingnya Kolaborasi Lintas Media dan Organisasi Masyarakat Sipil dalam Pengungkapan Kejahatan Lingkungan

Yang utama bukan laku atau tidaknya berita, tapi kepentingan warga

Baca Juga

Floresa.co – Selain berbagi beban dan risiko dalam pengungkapan kejahatan lingkungan, kolaborasi lintas media dan organisasi masyarakat sipil berdampak riil terhadap pemulihan kehidupan warga sekaligus merestorasi ekosistem.

Kesimpulan kunci tersebut mengacu pada paparan empat jurnalis pembicara dalam diskusi “Peran Media Alternatif dalam Memperkuat Isu-Isu Lingkungan” di Palembang, ibu kota Sumatra Selatan pada 3 Mei.

Diskusi ini merupakan bagian dari pra-Kongres Aliansi Jurnalis Independen [AJI] Indonesia XII–agenda tiga tahunan guna, salah satunya, memilih ketua umum dan sekretaris jenderal organisasi itu. Kongres dibuka usai diskusi tersebut dan akan ditutup pada 5 Mei.

Empat perwakilan media alternatif menjadi pembicara dalam diskusi tersebut. Mereka adalah Editor Floresa, Anastasia Ika; Redaktur Project Multatuli, Mawa Kresna; Manajer Program  Bollo.id, Muhammad Taufiqqurahman; dan Pemimpin Redaksi Kilasjambi.com, Achmad Riky Sufrian.

“Tak banyak media yang memilih seperti kami di tengah-tengah risiko keamanan meliput isu lingkungan. Ibarat bekerja di jalan yang sepi,” kata Riky mengawali paparannya.

Isu yang menjadi fokus Kilasjambi.com yang berbasis Jambi itu “juga bukan persoalan yang sebetulnya diminati pembaca,” tambahnya.

Ia menyadari “berita kami jarang sekali masuk indeks pencarian Google, tapi kami berupaya bertahan dengan pilihan kami.”

Media yang dipimpinnya “sebisa mungkin mengabarkan isu lingkungan hidup, termasuk kejahatan yang selama ini tertutupi” supaya “setidaknya publik melek akan pengrusakan lingkungan di sekitar mereka.”

“Bukankah itu salah satu tugas kita sebagai jurnalis?,” katanya yang disambut respons Muhammad Taufiqqurahman, “hendaknya kita tak cuma berfokus pada laku atau tidaknya berita.”

Menjadi bagian dari tim suatu media alternatif berbasis Makassar, Sulawesi Selatan, Taufiq tak memungkiri “laris atau tidaknya berita juga penting untuk mengukur seberapa jauh kami dapat bertahan.”

“Tapi itu bukan segala-galanya. Ada yang lebih penting, dan itu terkait dengan kepentingan warga,” katanya.

Mengawal isu pengrusakan lingkungan yang turut merenggut hak warga juga menjadi fokus pemberitaan Project Multatuli. 

Di depan sekitar 50 peserta diskusi, Mawa Kresna mengingatkan “terkadang kita memusatkan pemberitaan pada dampak lingkungannya.”

“Sebaliknya, hak-hak warga yang menggantungkan hidup dari lingkungan yang telah rusak itu acapkali terlewatkan oleh jurnalis,” katanya.

Ia mencontohkan salah satu pelaporan mendalam soal nasib kelam buruh di smelter nikel PT Gunbuster Nickel Indonesia [GNI] di Morowali, Sulawesi Selatan. 

Laporan dengan fokus pada kehidupan pekerja itu, kata Kresna, “ditulis sesudah kami mendapat masukan dari teman-teman serikat buruh.”

Bagi Kresna, masukan dari organisasi masyarakat sipil yang dekat dengan komunitas akar rumput “penting untuk mengingatkan jurnalis akan hal-hal yang barangkali terlewatkan, selain untuk memitigasi risiko selama peliputan.”

“Masukan adalah pula bagian dari kolaborasi,” kata Kresna menyepakati Ika, yang sebelumnya mengelaborasi pentingnya kerja sama lintas media dan organisasi masyarakat sipil “di tengah-tengah kemerdekaan yang belum juga dapat jurnalis rengkuh di negeri ini hari ini.”

Editor: Ryan Dagur

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini