Tantangan Pemimpin Terpilih

Baca Juga

Advocatus diaboli selalu mengambil sudut pandang “berlawanan” (berbeda) dalam rangka mendapatkan gambaran komprehensif, untuk selanjutnya meminta pertanggungjawaban publik dari kebijakan sosial yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah.

Dengan begitu, rakyat bisa melakukan konfrontasi dan “uji publik” terhadap setiap kebijakan pemerintah daerah dan tidak begitu saja menerimanya. Rakyat harus dibiarkan untuk bertindak ibarat setan “pengusik” dan “pengganggu” dengan cara mencari dan menemukan titik-titik lemah dari kebijakan pemerintah daerah, lalu diberi catatan korektif agar segera diambil langkah antisipatif ataupun diperbaiki.

Di sini, rakyat dilibatkan dalam usaha memajukan daerah dengan menjadi “lawan” kritis, bukannya menjadi rakyat pasif, kompromistis dan apatis.

Dengan adanya ruang seperti itu, maka rakyat diberi kesempatan untuk merevitalisasi konsep revolusi mental Jokowi menurut telaah mereka dan dikontekstualisasikan berdasarkan kenyataan di daerah.  Artinya, mengoreksi jalannya pemerintahan yang tidak menjabarkan revolusi mental.

Dengannya, pemerintah daerah tidak seenaknya mengeluarkan kebijakan, sebab selalu diawasi, dikoreksi, ditantang dan ditentang secara konstruktif oleh rakyatnya sendiri.

Kita berharap agar pemerintah tidak alergi dan tidak takut jika selalu digonggong dan dikritik rakyatnya. Kritik itu sehat dan menyehatkan. Kritik tak selalu mendatangkan persoalan, tetapi juga bisa menyelesaikan persoalan.

Hal seperti ini hanya mungkin terjadi jika pemerintah bersedia membangun peradaban daerah yang menjadikan rakyat sebagai adovatus diaboli sejati. Jika tidak, pemerintah bisa dianggap gagal.

Penulis adalah peneliti dan dosen di STIPAS St. Sirilus Ruteng

 

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini