Floresa.co – Tim Penyidik Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur menyita uang Rp500 juta lebih dari salah seorang tersangka dugaan korupsi proyek persemaian modern milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK] di Labuan Bajo.
A.A. Raka Putra Dharmana, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati NTT mengatakan penyidik menyita dana Rp545.334.000,00 itu dari I Putu Suta Suyasa, Direktur PT. Reka Cipta Bina Semesta — konsultan pengawas proyek tersebut — pada Kamis, 12 Oktober.
“Sampai dengan saat ini jumlah kerugian negara yang telah diselamatkan sebesar Rp1.062.542.000” tulis Raka dalam keterangan yang diterima Floresa pada Kamis malam.
Sebelumnya, kata dia, penyidik telah melakukan dua kali penyitaan uang dari sejumlah tersangka, termasuk Putu, dengan total Rp662 juta rupiah.
Proyek dengan nama ‘Pekerjaan Persemaian Modern Tahap II” tersebut bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran pada KLHK melalui Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina Tahun Anggaran 2021.
Proyek senilai Rp49,61 miliar itu dikerjakan oleh PT. Mitra Eclat Gunung Arta [PT Mega].
Kejaksaan Tinggi NTT mulai mengendus kasus dugaan korupsi pada proyek itu pada awal tahun ini dan menetapkan lima orang jadi tersangka pada 18 September.
Selain Putu, tersangka lainnya adalah Agus Subarnas, ASN pada Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Benain Noelmina; tiga lainnya, yaitu Sunarto, Yudi Hermawan dan Hamdani adalah dari PT. Mega.
Laporan Floresa pada 18 September menyebutkan bahwa Penyidik Pidana Khusus menemukan adanya persekongkolan yang dilakukan oleh tiga tersangka dari PT Mega, sementara Putu Suta Suyasa tidak melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan proyek itu. Ia diduga malah terlibat dalam persekongkolan bersama Sunarto dan Agus Subarnas untuk membuat berita serah terima sementara yang fiktif.
Pekerjaan Persemaian Modern Tahap II ini telah dilakukan pembayaran hingga 100% kepada PT. Mega. Namun penyidik menemukan unsur perbuatan melawan hukum yakni adanya item pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi teknis/mutu.
Perbuatan para tersangka itu, disebut telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp10,59 miliar, sesuai hasil perhitungan ahli dari Politeknik Negeri Kupang.
Rincian kerugian negara dalam proyek tersebut adalah kekurangan pekerjaan fisik senilai Rp6,83 miliar; kekurangan pekerjaan mekanikal senilai Rp1,01 miliar; denda keterlambatan senilai Rp1,9 miliar dan pajak galian C senilai Rp 834,66 juta.
Para tersangka disangka dengan pasal primair Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [UU Tipikor] juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Selain itu, sangkaan subsidair yaitu Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Proyek ini dikerjakan pada Agustus 2021, berlokasi di kawasan Hutan Bowosie, hutan penyangga untuk kota Labuan Bajo.
Diklaim untuk mendukung pariwisata super premium Labuan Bajo sebagai etalase Indonesia, proyek ini merupakan salah satu dari program 1.000 kebun bibit desa yang tengah dijalankan KLHK di seluruh Indonesia.
Dalam sebuah pernyataan saat mengunjungi lokasi proyek itu pada Januari 2020, Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, “program tersebut adalah instruksi Presiden Joko Widodo dalam upaya membudayakan kegiatan menanam di kalangan masyarakat untuk menghijaukan kembali daerah-daerah di Indonesia.”
Persemaian modern ini disebut menyediakan tanaman endemik dan diperkirakan setiap tahun bisa memproduksi satu juta bibit tanaman.
Floresa mengunjungi lokasi proyek yang berada di sebelah timur Labuan Bajo pada April. Dari 30 hektar wilayah hutan yang dialokasikan untuk proyek itu, diperkirakan 10,16 hektar hutan yang sudah dibabat.
Baru setahun lebih beroperasi, beberapa fasilitas di dalamnya sudah rusak.