Mukjizat: Rotok Tolak Tambang

Baca Juga

Floresa.coChristian Rotok, mantan Bupati Manggarai dua periode menyampaikan janji manis di saat-saat ia hendak maju sebagai calon wakil gubernur dalam Pilgub NTT tahun depan.

Politisi Partai Gerindra itu, yang akan mendampingi Esthon Feonay mengatakan kepada wartawan di Ruteng, Rabu, 1 November 2017, mereka bakal mengambil sikap tegas menolak tambang.

Ia menjelaskan, jenis tambang harus dipilah-pilah, antara galian A, B dan C.

Menurut dia, para prinsipnya, mereka menolak jenis tambang galian A dan B, terutama jika itu berada di lokasi wisata dan area yang rawan bencana.

“Kami menolak tambang seperti ini dan kami sudah sampaikan di mana-mana. Saya dengan Pak Eston sudah tegaskan hal itu. Kami akan berkolaborasi dengan pemerintah kabupaten tentang dua jenis tambang ini,” kata Rotok.

Merujuk pada UU Minerba, tambang galian A antara lain mencakup semua jenis batubara, minyak bumi, bauksit, timah putih, mangan, besi dan nikel. Sementara galian B adalah emas, perak, magnesium, seng, wolfram, batu permata, mika dan asbes.

Rotok mengurai, di daerah yang memang hanya mengandalkan tambang sebagai tumpuan, mereka akan berupaya memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar mendorong pengembangan sektor wisata.

Ia menambahkan, rata-rata obyek tambang ada di daerah perbukitan yang kemiringannya 70 persen ke atas. “Itu ada di wilayah Flores dan sangat rawan bencana,” katanya.

Rotok mengaku tidak menolak tambang galian C seperti pasir, batu, kerikil karena menurutnya tambang jenis ini sangat menunjang pembangunan infrastruktur.

Janji Rotok itu, yang disampaikan dengan enteng, tampak manis. Namun, menyampaikan janji jelang momen Pilkada seperti, tidak saja layak dianggap upaya menarik simpatik demi mendulang suara, lebih dari itu, pantas disebut sebagai mukjizat jika kemudian digenapi.

Data-data berikut merupakan penjelasan untuk pernyataan tersebut.

Selama memimpin Manggarai pada 2005-2015, Rotok tercatat sebagai salah satu bupati yang dikenang dengan sikap ramahnya pada investor tambang.

Dan, dengan itu pula, ia memilih pasang badan serta mengolok-olok aktivis tolak tambang, termasuk para pastor yang seringkali menggelar unjuk rasa menolak tambang.

Ferdy Hasiman, dalam bukunya Monster Tambang (2013) melansir bahwa Rotok mengobral 22 Izin Usaha Pertambangan (IUP) di wilayah Manggarai.

Dari jumlah tersebut, terdapat satu IUP milik PT Sumber Jaya Asia (SJA) yang sempat beroperasi di kawasan hutan lindung RTK 103 Nggalak Rego, yang menyerobot hutan milik negara seluas 1.897 hektar, demikian menurut Melky Nahar, yang kini menjadi manajer kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).

Pilihan dukungan Rotok terhadap industri ekstraktif itu ditampakkan juga dengan jelas dalam sejumlah pernyataannya.

Dalam wawancara dengan Harian Kompas, 17 Februari 2017, ia memberi komentar yang menghina kelompok tolak tambang.

“Mereka yang keberatan itu yang sudah habis uangnya. Sebelumnya, juga mau terima (tambang),” katanya, yang kemudian memicu protes keras banyak pihak.

BACA JUGA: Rotok Hina Warga Tolak Tambang, Ini Komentar JPIC-OFM

Sebelumnya, menghadapi desakan dari ribuan warga yang berdemo menolak tambang di Ruteng pada 13 Oktober 2014, Rotok dengan tegas tidak bersedia menandatangani surat pernyataan tolak tambang.

Ia kala itu beralasan, akan memberi tanda tangan jika UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan sudah direvisi.

Rotok membuat pernyataan menarik.

Sebagai bupati, katanya, ia sudah bersumpah untuk menaati seluruh tata perundang-undangan yang berlaku.

BACA JUGA: Rotok, Tambang dan Uang

“Jika kita berjuang tolak tambang maka harus libatkan anggota DPR kita, agar UU Pertambangan jangan berlaku universal di seluruh Indonesia,” tegasnya.

Menandatangani pernyataan penolakan terhadap tambang, kata dia, tidak akan memiliki dampak hukum untuk meniadakan undang-undang pertambangan.

Rotok menutup mata kala itu, bahwa yang dituntut warga adalah sikap politiknya, sebagai seorang bupati. Artinya, jangan hanya karena dibolehkan oleh undang-undang, maka semuanya bisa dilakukan.

Melampui pertimbangan boleh atau tidak boleh adalah dengan bertanya, ‘ini baik atau tidak untuk masyarakat banyak.’

BACA JUGA: Bupati Rotok Bukan Robot

Memang, rasanya mukjizat ketika ia kini tiba-tiba membalikkan semua pernyataannya, seolah semua orang mengidap amnesia..

Tapi, sebagian orang mungkin mengatakan, tak ada yang aneh, karena toh hal lumrah membohongi publik jelang momen-momen seperti ini.

Yang penting raih suara, tak peduli caranya bagaimana.

ARL/Floresa

Terkini