BerandaREPORTASEMENDALAMTerminal Nggorang Telantar Usai...

Terminal Nggorang Telantar Usai Dialihkan ke Provinsi; Parkir Liar Menjamur, Tantangan Jadikan Labuan Bajo ‘Smart City’

Telantarnya terminal ini yang berdampak pada kesemrawutan kota menimbulkan pertanyaan terkait komitmen pemerintah menata Labuan Bajo sebagai 'smart city'

Floresa.co – Semenjak dialihkan pengelolaannya dari Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat [Mabar] ke Pemerintah Provinsi NTT, Terminal Nggorang di Labuan Bajo kini dibiarkan telantar.

Mubazirnya terminal tipe B itu membuat kendaraan angkutan umum di kota superpremium tersebut menjadi bebas keluar masuk kota, sementara parkir liar menjamur.

Kesemrawutan ini menimbulkan pertanyaan terkait realiasasi cita-cita pemerintah menjadikan Labuan Bajo sebagai ‘smart city.’

Terminal ini dibangun pada tahun 2006. Sempat beroperasi dan dikelola Pemkab Mabar, pada tahun 2017 dialihkan ke Pemerintah Provinsi NTT, sesuai mandat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

“Soal pengaturan, pemanfaatan dan pemeliharaan [Terminal Nggorang] menjadi kewenangan provinsi karena mereka pungut retribusi di situ. Berapa jumlahnya, saya tidak tahu,” kata Adrianus Gunawan, Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pehubungan Manggarai Barat.

Ia menjelaskan kepada Floresa, saat diserahkan ke provinsi, total aset terminal itu 1,3 miliar rupiah. Rinciannya tanah senilai 300 juta rupiah, bangunan 951 juta rupiah, serta jalan akses ke terminal 122 juta rupiah

“Beberapa personil [atau pegawai di terminal juga] dialihkan ke provinsi,” tambahnya.

Terminal yang berada di Desa Nggorang ini seharusnya melayani dan mengatur kendaraan antarkota dalam provinsi [AKDP], angkutan kota [AK], dan angkutan pedesaan [ADES].

Saat beberapa kali mendatangi terminal yang berhadapan dengan Polsek Nggorang itu, Floresa mendapati suasananya yang sepi. 

Selain tidak ada petugas, di tempat itu tak ada kendaraan umum. 

Di gang masuk menuju terminal, tepat di samping tembok Kantor Cabang BRI Nggorang, jalannya sudah rusak. Kerikil-kerikil bekas aspal bertebaran di badan jalan. Di pinggirnya, rumput liar juga cukup tinggi.

 

Kondisi bangunan Terminal Nggorang saat ini. (Foto: Jefry Dain/Floresa.co)

Di pintu gerbang terminal, kira-kira 15 meter dari Jalan Tans Flores, tidak ada penjagaan. 

Di area bagian barat dari pintu masuk, semak tumbuh subur, sementara di bagian timur dan bagian selatan terdapat kebun jagung yang sudah berbunga dan padi yang masih kecil.

Menurut informasi dari warga sekitar, kebun itu adalah milik petugas terminal. Tampak di dalam lahan itu, sebuah plang bertuliskan ‘Tanah ini milik pemerintah provinsi.’

Floresa juga mendapati bangunan terminal sudah mulai rusak. Selain temboknya yang sudah mulai keropos, banyak coretan dan tulisan, mulai dari nama orang hingga kata-kata jorok.

Plafon juga sudah rusak parah, sing atapnya sudah berkarat dan beberapa bagian sudah bolong.

Di arah selatan dari bangunan terminal ada sebuah toilet dengan empat kamar yang masih digembok. Di samping toilet itu, terdapat dua unit bangunan tembok berwarna biru yang pintu-pintunya berwarna kuning.

Menjamur Tempat “Parkir Liar’

Akibat ditelantarkannya terminal itu, angkutan umum, baik AKDP, AK, maupun ADES langsung menuju kota Labuan Bajo.

Pada 16 Desember 2021, Pemda Mabar pernah mengeluarkan pengumuman yang melarang kendaraan pengangkut barang atau Over Dimension Over  Loading (ODOL) parkir di tepi jalan umum di kota Labuan Bajo, meminta mereka diparkir di Terminal Nggorang.

Pengumuman itu juga menegaskan bahwa kendaraan angkutan barang yang akan melintas atau menuju Labuan Bajo diperkenankan keluar dari Terminal Nggorang mulai pukul 22.00 Wita.

Namun, sampai saat ini kendaraan-kendaraan tersebut tidak mengindahkan pengumuman tersebut. Di jalan-jalan di kota Labuan Bajo, mudah menemukan kendaraan-kendaraan ini yang parkir bebas.

Kendaraan yang parkir liar di Tuke Tai Kaba. (Foto: Jefry Dain/Floresa.co)

Seorang sopir kendaraan umum antarkabupaten mengatakan, mereka tidak lagi menggunakan terminal karena pemerintah membuat perlakuan berbeda dengan mobil-mobil travel yang dibiarkan menerobos dan mengangkut penumpang dari  dalam kota Labuan Bajo.

“Untuk apa tinggal di terminal kalau travel langsung ke kota. Rugi nanti, penumpang kita diambil travel,” katanya kepada Floresa, sembari meminta namanya tidak disebut.

Sopir itu yang sedang berkumpul dengan rekan-rekannya di Pelabuhan Ferry mengatakan kecewa karena banyak angkutan travel plat hitam dan milik agen tertentu mengangkut penumpang di pelabuhan saat ada kapal yang bersandar.

Mereka mengatakan kecewa karena angkutan-angkutan itu tidak mau masuk terminal, sementara kendaraan lainnya, seperti bis dipaksa ikut aturan.

“Kalau travel-travel itu ambil langsung penumpang, kami dapat apa? Kami beri apa untuk istri-anak kalau tidak ada pemasukan?” tambahnya.

Pantauan Floresa, bus maupun travel banyak yang memilih parkir di bahu jalan di Tuke Tai Kaba, depan Pertamina sebelum masuk kota Labuan Bajo, persimpangan Pasar Baru, Pasar Batu Cermin, Pelabuhan Ferry, samping Hotel Meruorah, Pelabuhan Pelni, dan beberapa ruas lain di dalam kota.

“Kita tunggu penumpang di sini. Kita akan kalah dengan travel yang punya agen di dalam kota [kalau tidak langsung masuk kota]. Makanya, kita parkir di sini,” jelas sopir itu di Pelabuhan Ferry.

Kemacetan

Servas Ketua, warga Labuan Bajo, mengatakan, selain AKDP, AK, ADES, kebanyakan yang melakukan parkir liar adalah kendaraan antar jemput wisatawan yang menuju hotel-hotel, sementara banyak hotel yang tidak menyediakan tempat parkir yang representatif.

“Di beberapa ruas jalan misalnya, depan Hotel Local Collection, Hotel Ayana Beach, Meruorah, dan beberapa hotel di Jalan Soekarno Hatta, tidak memiliki lahan parkir,” tambahnya.

Pemerintah daerah, kata dia, belum memiliki langkah serius terkait pengaturan kelas jalan, waktu beroperasi, dan bobot atau jumlah kendaraan yang melintasi jalan.

“Pemda Mabar harus melihat ini sebagai persoalan penting dan serius, sehingga harus segera dicarikan solusi,” katanya.

Adrianus Gunawan mengklaim, pihaknya sudah membuat solusi jangka pendek dengan memasang tanda larangan parkir di beberapa ruas jalan.

Sementara di ruas yang diperbolehkan untuk parkit, kata dia, pihaknya, meminta pengendara untuk memarkir kendaraan di sisi kiri jalan.

“Tahun 2021 Pemda mengeluarkan satu Pergub pembatasan kendaraan besar lewat Jalan Soekarno-Hatta,” jelasnya, menyebut jalan protokol di Labuan Bajo.

Sementara itu, Marselinus Jeramun, Wakil Ketua DPRD Mabar  melihat amburadulnya moda transportasi darat di kota itu karena tidak jelasnya status pengelolaan Terminal Nggorang.

Ia menilai, keberadaan terminal di Nggorang yang jauh dari pusat kota memang kurang representatif, sehingga kebanyakan kendaraan umum langsung masuk kota.

“Pemerintah daerah mesti melakukan pembenahan, penataan dan menyiapkan terminal yang representatif untuk pengguna jasa transportasi darat ini,” katanya kepada Floresa.

Ia meminta dinas yang mengampu urusan transportasi darat ini mengambil langkah cepat dan “jangan hanya tinggal diam.”

Ia juga menilai maraknya ‘terminal liar’ dalam kota Labuan Bajo adalah bentuk protes “masyarakat pengguna jasa angkutan terhadap pemerintah atas tidak tersedianya terminal yang memadai di kota Labuan Bajo.”

Saat ini, kata Marselinus, Labuan Bajo sudah dinobatkan sebagai salah satu destinasi pariwisata super premium, dan pada tahun 2020 Bupati Manggarai Barat bersama Menteri Komunikasi dan Informasi, Johnny G Plate menandatangani Nota Kesepahaman menjadikan Labuan Bajo sebagai smart city atau kota cerdas.

“Mestinya ada langkah-langkah inovatif untuk menunjang label atau status dari kota kita ini,” ujarnya.

“Yang menjadi pertanyaan kita sekarang, kapan kota smart city ini dihuni oleh orang-orang yang masuk kualifikasi smart people?” tambahnya.

Ia berharap pemerintah tetap mensinergikan status smart city dengan smart people, sehingga bisa menciptakan keteraturan dalam kota.

“Kalau parkirnya di mana-mana, sembarang, ini tentu mencerminkan bahwa kita belum smart, baik pemerintah maupun orangnya,” lanjutnya.

Adrianus Gunawan mengakui pentingnya pembangunan terminal yang bisa dikelola kabupaten, yaitu terminal tipe C.

“Kita hanya punya terminal tipe C di Lembor, Kecamatan Lembor yang dikelola pemerintah daerah,” jelasnya.

Ia juga menyatakan, solusi lain adalah membangun tempat parkir yang representatif, sehingga kendaraaan-kendaraan tidak parkir di bahu jalan.

Ia mengatakan saat ini sebetulnya sudah ada dua tempat parkir untuk kendaraan umum dan pribadi yang dibangun pemerintah pusat pada tahun 2021, yakni di dekat Kampung Ujung dan di belakang Rumah Sakit Siloam.

Kondisi tempat parkir di Kampung Ujung yang dibangun pemerintah pusat. (Foto: Jefry Dain/Floresa.co)

Namun, ia mengakui posisi tempat parkir itu yang tidak strategis membuatnya tidak berfungsi maksimal.

“Apa orang mau parkir di situ?” katanya.

Ia berharap pemerintah bisa membangun lahan parkir, bisa berlantai dua “sehingga atas penyediaan lahan itu nanti, kita bisa pungut biaya retribusi parkir.”

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga