Dewasa Berdemokrasi

Baca Juga

Vandalisme ini merupakan simptom ke-tidak-melek-an politik yang masih akut di masyarakat.

Di situ, masyarakat begitu mudah dihasut dan diadu demi kepentingan sebagian elite politik. Serbuk afiliasi emosional dan primordial mempercepat api kemarahan dan amukan yang justru memperlambat proses demokrasi politik dan keeratan sosial.

Akan tetapi, pesta demokrasi, Pilkada tahun 2015, sudah usai dan akan melahirkan pemimpin.

Siapa pun pemimpinnya, ia adalah pilihan rakyat. Apapun anggapannya, ia tetap pilihan rakyat. “Dari raykat, oleh rakyat dan untuk rakyat” bukanlah jargon, melainkan fitrah demokrasi yang harus dihayati dan diamalkan oleh pemimpin.

Pilkada bukanlah dogeng anak kecil yang senang anak figur pangeran atau putri; Pilkada merupakan momen bersejarah untuk sebuah transformasi.

Karenanya, pemimpin yang terpilih bukanlah pangeran imajinatif, melainkan figur riil yang harus mampu menterjemahkan imajinasi kesejahteraan bersama dari benak rakyat.

Ketika petani butuh kesejahteraan, pemimpin harus menterjemahkan itu dengan pembangunan irigasi, bukan mengizinkan perusahaan tambang.

Maka setelah terpilih, pemimpin harus menorehkan sejarah yang baik bagi rakyatnya.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini