Enam Dinas di Manggarai Dipimpin Pelaksana Tugas Hingga Dua Tahun: Langgar Aturan, Hambat Kinerja

Sementara masa jabatan Bupati Herybertus GL Nabit tinggal setahun lagi, belum ada kejelasan kapan dinas-dinas itu dipimpin pejabat definitif.

Baca Juga

Floresa.co – Sejumlah dinas di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur dipimpin oleh pelaksana tugas selama hampir dua tahun, hal yang melanggar ketentuan dari pemerintah pusat dan berdampak buruk bagi kinerja pemerintahan karena terbatasnya wewenang pimpinan yang tidak bersifat definitif itu.

Badan kepegawaian dan sekretaris daerah juga belum bisa memastikan waktu penunjukkan kepala dinas definitif, sementara Bupati Herybertus GL Nabit tinggal setahun lagi mengakhiri masa jabatannya.

Maksi Tarsi, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di kabupaten itu membenarkan lowongnya posisi kepala dinas – pejabat tingkat eselon dua –  di enam dinas.

Ia merinci dinas-dinas itu adalah Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan; Dinas Sosial; Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana; Dinas Koperasi, Usaha Kecil Menengah dan Tenaga Kerja; Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, dan Dinas Peternakan.

Dua jabatan lainnya, kata dia, adalah Staf Ahli Bidang Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan dan Asisten Administrasi Umum.

Tarsi mengatakan, masa jabatan pelaksana tugas itu bervariasi  “berkisar antara satu sampai dua tahun.”

Ditanya alasan pemerintah belum juga melakukan lelang jabatan untuk mendapat pejabat definitif, ia berdalih tidak berwenang.

“Tanya Sekretaris Daerah. Saya tidak punya kapasitas untuk menjelaskan itu,” katanya kepada Floresa pada 29 Agustus.

Sementara itu, Fansialdus Jahang, Sekretaris Daerah tidak membantah terkait lowongnya sejumlah posisi struktural itu.

Ia mengatakan, belum bisa memastikan kapan jabatan-jabatan itu diisi pejabat definitif.

“Semuanya butuh proses,” katanya pada 29 Agustus kepada Floresa, “mudah-mudahan segera terisi.”

Langgar Aturan

Langkah pemerintah ini melabrak aturan pemerintah pusat terkait masa tugas pelaksana tugas.

Merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2014 tentang Tata Cara Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Secara Terbuka di Lingkungan Instansi Pemerintah, disebutkan bahwa jabatan pelaksana tugas adalah tiga bulan dan bisa diperpanjang maksimal enam bulan.

Heman N. Suparman, direktur eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah menyatakan, alasan pembatasan waktu maksimal enam bulan itu adalah karena wewenang pelaksana tugas yang terbatas.

Ia merujuk pada Surat Edaran Badan Kepegawaian Nasional Nomor 1 Tahun 2021, yang menyatakan bahwa “pelaksana harian dan pelaksana tugas memiliki kewenangan mengambil keputusan dan atau tindakan selain keputusan dan atau tindakan yang bersifat strategis dan berdampak pada perubahan status hukum pada aspek kepegawaian.”

Jadi, kata dia, “pelaksana tugas tidak bisa mengambil kewenangan atau keputusan yang terkait dengan unsur-unsur strategis daerah.”

Kewenangan yang terbatas itu “menghambat segala hal, terutama terkait program-program kerja atau pun terkait pelayanan publik di dinas-dinas yang dipercayakan kepada pelaksana tugas,” kata Herman kepada Floresa.

“Jadi, sebenarnya sangat disayangkan membiarkan jabatan atau posisi suatu kepala dinas  dibiarkan lama-lama melebihi masa jabatan pelaksana tugas seperti diatur dalam regulasi,” tambahnya.

Ia berharap “bupati sebagai pejabat pembina kepegawaian segera melakukan lelang jabatan untuk jabatan kepala dinas kosong itu.”

Herman mengatakan, situasi seperti ini memang tidak hanya terjadi di Kabupaten Manggarai, karena “banyak kasus yang sama di beberapa kabupaten lain di NTT.”

“Bahkan ada kabupaten yang belasan dinasnya tidak diisi pejabat definitif,” katanya.

Bupati Bungkam

Bupati Herybertus GL Nabit tidak merespons pertanyaan Floresa tentang hal ini. Pesan yang dikirimkan Floresa via WhatsApp pada 30 Agustus, hanya dibaca.

Persoalan masa jabatan pelaksana tugas yang tidak sesuai aturan ini hanyalah salah satu dari beberapa masalah semenjak Nabit – yang saat kampanye menggelorakan Salam Perubahan – mulai memimpin Manggarai pada 2020.

Pada awal tahun lalu, Kabupaten Manggarai juga dihebohkan dengan kasus pengangkatan THL di sejumlah dinas, meski sudah dilarang oleh pemerintah pusat. Para THL baru itu berasal dari tim sukses, juga orang dekat sejumlah pejabat, termasuk anak kandung wakil bupati.

Pada September 2022, Kabupaten Manggarai juga dihebohkan dengan pengakuan seorang kontraktor bahwa ia dimintai fee untuk bisa mendapatkan proyek dari dana APBD. Permintaan fee, kata kontraktor itu, melibatkan Meldyanti Hagur, isteri Nabit dan perantara Rio Senta, seorang mantan tim sukses saat Pilkada 2020. Kasus ini sempat diusut, termasuk dengan memeriksa Meldyanti, namun kemudian dihentikan karena polisi mengklaim tidak cukup bukti.

Pada Februari 2023, di kabupaten itu juga terungkap praktek pungutan liar dalam pengurusan dokumen kependudukan, seperti KTP elektronik. Alfonsius Jemadu, calo KTP yang ditangkap merupakan mantan tim sukses saat Pilkada 2020.

Bupati Nabit juga berkonflik dengan 13 ASN yang ia berhentikan dari jabatan administrator pada Januari 2021 dan berujung pada sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara [PTUN], di mana ia kalah. Ia kemudian mengajukan kasasi, yang putusannya belum diumumkan.

Sengketa di PTUN ini terjadi setelah sebelumnya Nabit mengabaikan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara yang meminta ia mengembalikan ASN yang diberhentikan ke posisi semula atau jabatan yang setara.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini