Ratusan Babi di NTT Sudah Tewas Akibat Gelombang Baru Virus ASF, Ini Lima Cara Mencegahnya!

Hingga kini belum ditemukan vaksin untuk virus ASF, sementara tingkat kematian bagi babi yang terpapar adalah 100 persen. Satu-satunya cara yang bisa diambil adalah mencegah penyebarannya.

Baca Juga

Floresa.co – Pemerintah Provinsi NTT mencatat bahwa ratusan babi telah dilaporkan tewas dalam beberapa waktu terakhir akibat gelombang baru virus African Swine Fever (ASF).

“Data yang kami terima sudah ada 233 ekor babi di wilayah NTT ini yang dilaporkan mati mendadak oleh para peternak babi,” kata Melky Angsar, Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Provinsi NTT, Senin 23 Januari 2023.

Seperti dilansir kantor berita Antara, Melky menjelaskan bahwa 233 kasus itu tersebar di enam kabupaten kota. Kasus terbanyak ada di kabupaten Kupang yang mencapai 51 ekor, disusul Kota Kupang 45 ekor, Sikka 41 ekor, Ende 43, Flores Timur 33 ekor, dan Sumba Barat Daya 20.

Data ini, kata dia, adalah yang sudah dilaporkan ke dinas provinsi dari dinas di kabupaten dan kota dan belum termasuk yang tidak dilaporkan.

Melky menambahkan, pihaknya menyiapkan 39.200 liter desinfektan untuk dibagikan kepada pemerintah daerah yang membutuhkan.

Dari 22 kabupaten/kota di NTT, jelas dia, risiko penyebaran virus ASF masih sangat tinggi Karena itu, pihaknya sudah mengimbau dinas peternakan kabupaten/kota untuk meningkatkan pengawasan di wilayah kerja masing-masing.

“Sosialisasi ke masyarakat untuk lebih berhati-hati saat hendak memasukkan babi ke kandang dan babi dipastikan sehat,” katanya.

Yohanes Simarmata, dokter di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana Kupang mengatakan kepada Floresa bahwa ini merupakan gelombang ketiga serangan virus ASF di NTT setelah pada 2020 dan 2021.

Data Pemerintah provinsi yang dipublikasi Juli tahun lalu menyebutkan 122.000 babi yang telah mati akibat serangan virus itu.

Populasi babi di NTT adalah 2,5 juta atau 30 persen dari 7,6 juta total populasi babi di Indonesia, sehingga virus ASF ini menjadi masalah serius di wiayah ini.

Sebagaimana yang disampaikan Kementerian Pertanian, hingga saat ini memang belum ditemukan vaksinnya, sementara tingkat kematian bagi babi yang terpapar adalah 100 persen.

Babi yang terkena virus ini akan mengalami demam tinggi lalu muncul pendarahan di kulit perut telinga dan kaki, sianosis, lalu diikuti dengan diare dan tidak mau makan.

Apa saja cara untuk mencegah penyebaran virus ini? Floresa merangkumnya ke dalam lima poin berikut.

Pertama, perketat pengamanan area peternakan atau pemeliharaan babi

Virus ini sangat mudah menyebar. Karena itu, salah satu langkah penting mencegahnya adalah membatasi kontak antara babi dengan dengan orang luar yang bisa jadi akan membawa virus ini.

Imelda Bai, Kepala Bidang Kesehatan Hewan di Dinas Peternakan Kabupaten Manggarai mengatakan, kalau ada yang mau beli babi misalnya, tunjukkan saja foto atau videonya.

“Jangan izinkan mereka mendekati kandang. Jangan sampai mereka baru saja pulang dari kandang babi lain yang sudah terpapar ASF. Mereka bawa virus itu,” katanya kepada Floresa.

Kedua, jaga kebersihan

Cara lain adalah dengan selalu menjaga kebersihan kandang secara berkala. Bila perlu, gunakan cairan desinfektan.

Selain itu, sebagaimana yang disampaikan dalam surat pengumuman dari Pemkab Manggarai Timur, penting dicatat bahwa jika ada babi yang mati karena sakit, jangan membuang bangkainya ke got/kali/laut/tempat terbuka lainnya. Bangkai seperti itu harus dikubur agar memutus penularan penyakit. Jangan-jangan babi yang mati itu akibat ASF.

Ketiga, hindari kontak dengan babi lain

Salah satu cara terbaik adalah menghindari kontak dengan babi lain, termasuk tidak menggunakan pakan dari sisa makanan, terutama yang mengandung olahan daging babi.

“Sebelum ASF saja, tidak boleh air olahan daging babi diberikan ke babi. Itu akan terjadi strepto, babinya demam,” kata Imelda dari Dinas Peternakan Kabupaten Manggarai.

Keempat, tidak membeli babi atau daging babi dari wilayah lain

Selama virus ini belum terkendali, jangan dulu membeli ternak babi, daging babi, dan produk olahan babi dari wilayah yang belum diketahui status kesehatan ternak dan produk olahannya.

Kelima, hentikan dulu tradisi ‘julu’

Warga di NTT, seperti di Manggarai memiliki tradisi julu atau menyembelih babi lalu membagi-bagi dagingnya dengan tetangga atau warga sekitar. Hal ini sebaiknya ditiadakan dahulu.

Imelda dari Dinas Peternakan di Kabupaten Manggarai mengatakan, beberapa peternak di wilayahnya yang babinya terpapar ASF tahun 2021 bermula dari menerima daging babi dari kerabat yang berada di wilayah terpapar.

“Kita tidak tahu babi julu itu babi sehat atau sakit. Daging itu beredar ke mana-mana. Ya, penyebaran virusnya juga ke mana-mana,” katanya.

Terkini