Pol PP dan Dinas Pertambangan Mabar Beda Sikap Terkait Tambang Pasir di Wae Nangan Nae

Baca Juga

Labuan Bajo, Floresa.co  – Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) berbeda sikap dengan Dinas Pertambangan dan Energi terkait tambang pasir yang berlokasi di Kali Wae Nanga Nae, Desa Macang Tanggar, Kecamatan Komodo.

Hal itu tampak dari upaya penertiban yang dilakukan Pol PP terhadap mesin sedot pasir yang dimiliki warga. Padahal, warga mengaku, mereka sudah mendapat izin dari Dinas Pertambangan dan Energi.

Upaya penertiban itu dilakukan pada Kamis, 21 Juli 2016. Pol PP beralasan lokasi tambang itu berada di zona merah atau daerah yang dilarang untuk ditambang.

Sharudin, seorang pekerja di lokasi itu mengatakan kecewa pada Pol PP.

“Kami mengakui kalau operasi penyedotan pasir masyarakat pas di tanda merah,” katanya.

“Tetapi Dinas Pertambangan dan Energi sudah memberikan surat rekomendasi pengambilan material,” katanya.

Ia juga mengklaim, pegawai dari dinas yang ia sebut bernama Pak Hans menyetujui pertambangan di wilayah itu.

“Suratnya lengkap dan ditandatangani oleh Kepala Dinas Pak John Karjon yang bernomor DPE. 540/28/VII/2016,” katanya.

Namun, Pol PP tidak menghiraukan alasan warga. Mereka tidak hanya mengangkut mesin ke kantor Pol PP, tetapi juga sejumlah pipa.

Pantauan Floresa.co, warga yang menyaksikan peristiwa itu berang dan meneriaki Pol PP.

Pemilik mesin sedot atas nama Shamsudin Marhumi diketahui tidak berada di tempat saat kejadian.

Intus Harum, Kepala Tata Usaha Pol PP menyatakan, mesin penyedot pasir itu berada di garis merah, hal yang menurut dia melanggar aturan.

“Kami angkut mesin ini untuk diamankan. Marih kita bicarakan di kantor bersama Dinas Pertambangan dan Energi,” jelasnya.

Penjabat Kepala Desa Macang Tanggar, Armin Bahali sempat berdebat dengan Pol PP dan memastikan bawah mereka sudah mendapat rekomendasi dari Dinas Pertambangan dan Energi.

Ia pun menunjuk surat rekomendasi ke Pol PP. Namun, Intus Harum tetap memerintahkan anggotanya untuk mengangkut peralatan tambang.

Yohanes Gampur, Kepala Seksi Perizinan Pertambangan Umum di Dinas Pertambangan dan Energi mengatakan, akan mendalami masalah ini.

Ia menyatakan, terkait lokasi tambang itu belum bisa dipastikan titik koordinatnya.

“Saya belum tau, tetap kami kordinasikan dengan Pol PP,” katanya.

Gampur menjelaskan, sesuai aturan, untuk izin pengelolaan galian C ada mekanismenya, di mana terdapat tiga klasifikasi permohonan izin.

Untuk izin perorangan, jelasnya, seluas 1 hektar, sementara permohonan kelompok seluas 5 hektar dan untuk permohonan dari koperasi 10 hektar.

“Semuanya harus melalui persetujuan bupati yang sudah memenuhi persyaratan-persyaratan seperti pengelolaan lingkungan hidup dari lingkungan hidup,” katanya. (Sirilus Ladur/Floresa)

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini