BerandaREPORTASEMENDALAMProyek Infrastruktur Gunakan Material...

Proyek Infrastruktur Gunakan Material dari Galian C Ilegal di Manggarai: Diketahui Pemda dan Polisi, Tanpa Ada Tindakan Tegas

Meski tidak memiliki izin, pungutan dari tambang Galian C itu tetap masuk ke khas daerah Manggarai.

Floresa.co – Kontraktor yang mengerjakan proyek infrastruktur di Kabupaten Manggarai, NTT memilih menggunakan material pasir dari tambang galian C ilegal atau tidak berizin.

Hal ini diduga sudah berlangsung lama dan diketahui oleh otoritas terkait, namun tidak ada langkah untuk menindaknya, meski diakui melanggar aturan dan berdampak pada kualitas proyek.

Dua dari antara proyek yang menggunakan material dari galian C ilegal itu adalah pembangunan Jembatan Wae Nanas dengan anggaran 2,9 miliar rupiah dan pembangunan Jembatan Wae Nanga Tilir dengan anggaran 3,68 miliar yang  bersumber dari dana pinjaman daerah.

Yohanes Don Bosco, Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang [PUPR] Kabupaten Manggarai mengonfirmasi kepada Floresa bahwa kedua proyek di wiayah Kecamatan Satar Mese, wilayah selatan Manggarai itu menggunakan material dari tambang galian C tidak berijin atau ilegal yang berlokasi di Wae Tilir.

Ia mengakui bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan Harga Penawaran (HPS) dalam pengerjaan proyek tersebut, yang seharusnya menggunakan material dari lokasi tambang Galian C legal.

Karena itu, kata dia, “kita melayangkan surat peringatan ke rekanan” untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

Edwin Candra, kontraktor yang mengerjakan proyek Jembatan Wae Nanga Tilir menolak memberi komentar terkait alasannya menggunakan material dari galian C ilegal.

“Sebaiknya langsung konfirmasi ke PPK-nya saja,” katanya kepada Floresa.

Hanya Ada Dua yang Berizin

Menurut Andreas Kantus, Kepala Seksi Minerba, Geologi dan Air Tanah Cabang Dinas ESDM Provinsi NTT Wilayah Manggarai Raya, hingga kini hanya ada dua penambang galian C legal di Kabupaten Manggarai, yakni PT Wijaya Graha Prima dan PT Menara Armada Pratama.

“Dua PT tersebut lokasinya di Wae Pesi, yang lainya itu ilegal,” katanya.

Wae Pesi adalah sungai yang berlokasi di Kecamatan Reok, di wilayah utara Manggarai.

Dari data di Minerba Online Data Indonesia, situs milik Kementerian ESDM yang mendata nama-nama perusahaan tambang, PT Wijaya Graha Pratama tercatat beralamat di Jl Motang Rua No.5 dengan Izin Usaha Produksi [IUP] No. 40/80/DPMPTSP/2020.

Sementara untuk PT Menara Armada Pratama belum tercatat di situs tersebut. Namun, menurut Andreas, izin perusahaan itu masih aktif sampai Februari 2024, hanya belum memang tidak melaporkan SK IUP-nya melalui website Kementerian ESDM.

Andreas mengatakan, sejak 2017, pihaknya telah mensosialisasikan kepada Dinas PUPR agar pengerjaan proyek-proyek infrastruktur menggunakan material dari galian C legal.

“Namun, hingga saat ini mereka tidak respon atau mungkin sengaja dibiarkan,” katanya.

Tidak Berizin, Namun Pungutannya Masuk PAD

Meski tidak memiliki izin, pungutan dari tambang Galian C itu tetap masuk ke khas daerah Manggarai.

Carles Rihi, Kepala Badan Pendapatan Daerah mengatakan bahwa pendapatan dari galian C yang masuk ke khas daerah pada 2022 sebesar Rp 3.828.872.305 dari total target 10 miliar. Untuk tahun ini, kata dia, datanya belum tersedia.

Ia menjelaskan, punguatan itu tidak didapat langsung dari pemilik tambang galian C, tetapi “kita ambil dari rekanan atau kontraktor” yang mengerjakan proyek pemerintah, baik APBD II, APBD I maupun APBN.

“Pihak kontraktor itu biasanya datang di kantor dengan membawa RAB [Rancangan Anggaran Belanja] pekerjaan proyek. Nanti di situ kita liat RAB-nya, berapa pembelian bahan-bahan galian C. Dari situ kita hitung pajak galian C,” katanya.

Ia mengakui bahwa pihaknya tidak mengetahui apakah tambang galian C yang dipakai kontraktor itu berizin atau tidak.

Yang menjadi urusan dinasnya, kata dia,  adalah “ketika pihak ketiga atau kontraktor sudah menggunakan atau memanfaatkan bahan galian C yang ada di bumi Manggarai ini, maka itulah yang kita kenai pajak.”

“Soal ijin bukan domain kami. Pokoknya kalau sudah memanfaatkan sesuatu dari bumi Manggarai ini, itu harus memberikan kontribusi kepada daerah Manggarai,” katanya.

Pelanggaran

Andreas Kantus menyayangkan ketidaktegasan pemerintah dan aparat penegak hukum yang memilih membiarkan tambang ilegal ini.

Ia mengatakan, pihaknya memang tidak memiliki wewenang untuk menertibkannya. Wewenang itu ada pada aparat.

“Kendalanya sekarang adalah [dari] aparat penegak hukum terkesan ada pembiaran,” katanya.

Yohanes Don Bosco dari Dinas PUPR memang mengakui bahwa dampak proyek yang tidak menggunakan material yang telah ditentukan oleh dinas berpengaruh kepada harga material, juga kualitas proyek.

Yohanes Don Bosco, Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang [PUPR] Kabupaten Manggarai. (Dokumentasi Floresa)
“Itu menyalahi regulasi, kualitas proyek pun tidak menjamin,” akunya.

“Kita harapkan semua tetap sesuai dengan aturan. Jangan mengambil keuntungan terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai dengan aturan,” tambahnya.

Sementara itu, Kapolres Manggarai, AKBP Edwin Saleh berdalil pihaknya belum memiliki data tambang galian C ilegal dan juga data galian C legal.

Ia juga mengatakan, “banyak masyarakat cari makan atau bekerja di galian C.”

“Kita harus arif dan punya niat membangun,” katanya, meingngatkan bahwa kini memang saatnya pembangunan fisik digiatkan usai dua tahun tertunda karena pandemi Covid 19.”

Meski menyalahi regulasi, AKBP Edwin berkomentar: ”Jangan senang mencari-cari kesalahan orang, karena kita juga tidak sempurna dalam kehidupan.” [EP]

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kamu bisa memberi kami kontribusi, dengan klik di bawah ini.

Baca Juga