Pemkab Manggarai Terbitkan Keputusan Baru: 8 Nakes Sukarela Murni yang Diberhentikan dari RS Pratama Reo Dikembalikan ke Puskesmas

Dinas Kesehatan menyatakan dengan kembali ke Puskesmas mereka masih bisa dapat “uang, walaupun sedikit”

Baca Juga

Floresa.co – Pemerintah Kabupaten [Pemkab] Manggarai menerbitkan keputusan baru dengan mengembalikan ke Puskesmas delapan orang dari 20 tenaga kesehatan atau Nakes sukarela murni yang baru saja diberhentikan dari Rumah Sakit [RS] Pratama Reo.

Kebijakan ini disampaikan dalam sebuah Surat Perintah Tugas pada 21 Maret dari Kepala Dinas Kesehatan, Bertolomeus Hermopan.

“Untuk mutasi dari tempat tugas yang lama ke tempat tugas yang baru sebagai tenaga sukarela terhitung mulai tanggal ditetapkannya,” tulis Bartolemus dalam surat yang tembusannya ditujukan kepada Pelaksana Tugas Direktur RS Pratama Reo, Januar Irawan dan Kepala Puskesmas Reo, Serafia S Genok.

Langkah itu diambil usai Bartolemeus mengumumkan pemberhentian 20 Nakes sukarela murni di RS Pratama Reo pada 15 Maret, dengan alasan “tidak tersedianya jaminan anggaran terhadap bahaya atau risiko.”

Berbicara dengan Floresa di ruang kerjanya pada 21 Maret, Bartolomeus berkata, kembalinya delapan Nakes itu ke Puskesmas Reo karena sebelumnya RS Pratama Reo mengambil dari Puskesmas tersebut untuk mengisi kekosongan tenaga.

Sementara 12 orang lainnya tetap diberhentikan permanen, katanya.

Ia berkata pada Februari 2023 RS Pratama Reo menyatakan membutuhkan tambahan tenaga sehingga ia mengangkat tenaga sukarela yang ada di Puskesmas Reo.

“Saat itu saya tidak pernah berpikir bagaimana nasib mereka dalam waktu jangka panjang,” katanya.

Di tengah perjalanan, katanya, “ada pertimbangan saya yang sangat mendalam, yang kemudian memberhentikan mereka.”

Ia juga beralasan, kalau Nakes sukarela murni bekerja di Puskesmas, mereka  “masih mendapat uang, walaupun sedikit.”

“Misalnya, kalau pergi Posyandu mereka dapat sedikit. Kadang kalau bagi [dana] JKN [Jaminan Kesehatan Nasional], Kepala Puskesmas beri sedikit, sehingga tidak kosongan,” katanya.

Sementara di RS Pratama, katanya, mereka “tidak dapat sepeserpun.”

Ia menjelaskan, RS Pratama Reo tidak mendapat dana Bantuan Operasional Kesehatan [BOK], seperti halnya Puskesmas.

Anggaran rumah sakit tersebut pada 2023-2024, kata dia,  bersumber dari Dana Alokasi Umum Spesific Grant.

Dana tersebut, jelasnya, tidak bisa dialokasikan untuk Nakes sukarela murni, kecuali untuk tenaga honorer yang sudah dianggarkan, seperti mekanik, petugas keamanan dan petugas kebersihan.

Untuk Nakes sukarela murni, kata dia, “tidak bisa kita akali mendapat uang dari sumber itu.”

Hal itulah, kata Barlomeus, yang menjadi alasan memberhentikan para Nakes tersebut dari RS Pratama Reo.

“Daripada mereka sudah bekerja satu sampai dua tahun, harapannya besar untuk mendapatkan jasa [sebagai pegawai] honor, kemudian tiba-tiba tidak bisa,” katanya.

Ia juga mempertimbangkan risiko besar jika bekerja di rumah sakit.

“Beda dengan di Puskesmas, resiko kerjanya juga lebih kecil,” katanya.

Untuk mengisi kekosongan tenaga di RS Pratama Reo pasca berhentinya 20 Nakes tersebut, kata dia, menanti Nakes yang lulus tes Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau P3K tahun 2024.

Pelaksana Tugas RS Pratama Reo, Januar Irawan mengaku telah mendapatkan surat dari Barlomeus dan sudah meneruskannya kepada Nakes yang sudah diberhentikan itu.

“Saya kirim kepada Nakes melalui grup whatsApp yang masih aktif,” katanya.

Sementara Kepala Puskesmas Reo, Serafia S Genok mengatakan belum mendapatkan surat tersebut karena sedang sakit dan tidak masuk kantor.

Flaviana Rahayu Astuti, salah satu Nakes yang diperintahkan untuk kembali ke Puskesmas mengatakan telah mendapat surat tersebut.

Ia mengatakan “senang bisa kembali ke Puskesmas Reo.”

Pemberhentian 20 Nakes sukarela murni di RS Pratama Reo pada 15 Maret terjadi di tengah polemik tuntutan Nakes non-Aparatur Sipil Negara [non-ASN] agar Pemkab Manggarai memperhatikan nasib mereka.

Bertemu dalam Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Manggarai pada 6 Maret, 300 Nakes non-ASN menuntut pemerintah lekas menerbitkan Surat Perjanjian Kerja [SPK] baru, kenaikan gaji dan tambahan penghasilan. SPK mereka telah kedaluwarsa pada Desember tahun lalu.

Bartolomeus menampik pemberhentian para Nakes sukarela murni itu berkaitan dengan aksi protes Nakes non-ASN.

“Ini murni karena pertimbangan risiko yang sangat besar dan ketiadaan ‘uang lelah’ bagi mereka,” katanya kepada Floresa pada 18 Maret.

Sementara itu, protes para Nakes direspons Bupati Manggarai Herybertus G.L. Nabit dengan keputusan tidak akan menandatangani SPK mereka.

“Semua Nakes yang berdemonstrasi, saya tidak akan menandatangani SPK,” kata Nabit pada 18 Maret.

Editor: Ryan Dagur

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini