Praduga yang Menghina Martabat Hakim MK

Baca Juga

Jadi, menurut saya, penyampaian hak ingkar tersebut selain tidak memiliki dasar hukum, juga sangat bertolak belakang dengan fakta persidangan sebelumnya yang sama sekali tidak memperlihatkan keberpihakan hakim kepada pihak tertentu.

Mengenai pertanyaan yang menuduh adanya konspirasi di ruang gelap antara Pihak Terkait dengan majelis hakim MK terkait opini Pihak Terkait tentang putusan dismissal, menurut saya praduga tersebut sangat menyerang dan menghina kehormatan MK. Apalagi dengan mengaitkan kasus ketua MK sebelumnya yang secara hukum merupakan tanggung jawab pribadi, dan menduga 8 hakim MK lainnya terlilit stigma suap yang sama.

Menurut saya, tuduhan-tuduhan yang disampaikan ke publik pada saat MK masih memeriksa (belum memutuskan) perkara ini termasuk kategori penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court) karena berisi informasi yang mempermalukan pengadilan MK (scandalizing the court) agar pengadilan memutus sesuai kehendak Pemohon.

Kehendak Pemohon telah disampaikan dalam Nota Keberatan tersebut, yaitu meminta MK tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (procedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice) jika memang fakta hukum dalam persidangan telah nyata merupakan pelanggaran konstitusi, yang mengharuskan pemilukada dilakukan secara demokratis, dan tidak melanggar asas-asas pemilu yang bersifat luber dan jurdil.

Menurut saya, Nota Keberatan tersebut adalah upaya Pemohon untuk menciptakan opini negatif di muka umum tentang ketidakadilan yang seolah-olah dialami Pemohon dalam perkara ini. Padahal, pada saat itu, persidangan masih dalam tahap pemeriksaan perkara, belum sampai pada tahap mengadili yang tentu saja dilakukan dalam RPH yang dihadiri oleh 9 hakim MK.

Menariknya, pada semua bagian awal pertimbangan hukum MK dalam putusan-putusan yang diucapkan kemarin tanggal 21 Januari 2016, MK telah menegaskan bahwa terhadap keinginan agar MK mengabaikan ketentuan Pasal 158 UU 8/2015 dan Pasal 6 PMK 1-5/2015 dalam mengadili perkara PHP, menurut MK merupakan suatu kekeliruan jika setiap orang ingin memaksakan keinginan dan kepentingannya untuk dituangkan dalam putusan MK sekalipun merusak tatanan dan prosedur hukum. Dengan pendirian MK demikian, tidaklah berarti MK mengabaikan tuntutan keadilan substantif sebab MK akan tetap melakukan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap perkara yang telah memenuhi persyaratan tenggang waktu, kedudukan hukum (legal standing), objek permohonan, serta jumlah persentase selisih perolehan suara antara Pemohon dengan Pihak Terkait sebagai peraih suara terbanyak.

Terima kasih telah membaca artikel kami. Jika tertarik untuk mendukung kerja-kerja jurnalisme kami, kawan-kawan bisa berdonasi dengan cara klik di sini.

Terkini